Ahmad Doli: Surat DPR ke KPK Dinilai untuk Selamatkan Novanto

Surat tersebut dilatarbelakangi gugatan praperadilan yang diajukan Setnov di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 16 Sep 2017, 06:14 WIB
Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia (tengah) bersama Generasi Muda Partai Golkar memberikan keterangan pers kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/7). GMPG juga mendesak diadakannya Munaslub Partai Golkar. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Politikus Golkar Ahmad Doli Kurnia menilai surat permohonan penundaan pemeriksaan Setya Novanto, yang dikirimkan oleh DPR kepada KPK sebagai bentuk upaya melindungi Ketua DPR RI itu.

Dia mempertanyakan apakah DPR juga akan mengirimkan surat ke KPK, jika jabatan tersebut tidak diduduki Novanto.

"Ini bukan persepsi, bahwa pansus angket KPK ini, hanya untuk menyelamatkan Setya Novanto. Apalagi, pimpinan DPR mengeluarkan surat untuk menunda pemeriksaan (terhadap Setya Novanto)," kata Doli saat di ditemui dalam sebuah diskusi di Kawasan Tebet Jakarta Selatan, Jumat (15/9/2017).

Doli melihat permintaan pimpinan DPR tersebut dilatarbelakangi gugatan praperadilan yang diajukan Setnov di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, atas statusnya sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP.

Selain itu, Doli juga menilai hasil rekomendasi pansus hak angket akan dikeluarkan hampir berbarengan dengan putusan gugatan praperadilan Setnov.

"Kalau sidang praperadilan Setya Novanto jalan putusannya juga nggak jauh-jauh, batas waktu akhir kerja Pansus," ujarnya.

Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:


Diantarkan DPR

Sebelumnya,  Ketua DPR Setya Novanto meminta Pimpinan DPR untuk menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemeriksaannya. Novanto berharap Pimpinan DPR meminta KPK menunda pemeriksaan terhadap Ketua Umum Partai Golkar tersebut hingga praperadilan usai.

Surat permohonan tersebut disampaikan langsung kepada KPK melalui Kepala Biro Kepemimpinan Sekretariat Jenderal DPR Hany Tahapary.

Dalam surat tersebut, disisipkan pula berkas praperadilan yang diajukan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan. Budi ketika itu menjadi tersangka kasus dugaan gratifikasi.

Semua pihak termasuk KPK, kata Hani, perlu menahan diri untuk tidak melakukan pemeriksaan sampai putusan praperadilan keluar. Hal tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum.


Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya