Liputan6.com, Rejang Lebong - Ribuan warga yang menghuni delapan desa di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, dihantui rasa takut karena permukiman yang mereka tempati masuk dalam kawasan Hutan Lindung Taman Wisata Alam atau TWA Bukit Kaba. Ketakutan ditangkap Polisi Kehutanan karena dituduh merusak hutan lindung membuat mereka tidak bisa hidup tenang.
Paidi (56), warga Desa Talang Blitar, Kecamatan Sindang Dataran, Rejang Lebong, mengatakan, delapan desa yang mereka huni ditetapkan sebagai kawasan lindung oleh Kementerian Kehutanan pada 2011. Padahal, mereka sudah membuka lahan dan menempati wilayah tersebut lebih dari 38 tahun atau tepatnya sejak 1978.
"Kami merasa tanah nenek moyang kami dirampas oleh negara atas nama hutan lindung, kondisi ini berpotensi terjadinya konflik agraria," ujar Paidi saat dihubungi di Rejang Lebong, Sabtu, 16 September 2017.
Baca Juga
Advertisement
Selain menetapkan sebagai Taman Wisata Alam, pemerintah juga sudah memberikan lahan yang mereka huni itu kepada PT Kepahiang Alami sebagai pemegang Hak Guna Usaha atau HGU di lahan yang sama. Padahal, di kawasan itu sudah berdiri rumah-rumah permanen milik warga, fasilitas umum seperti sekolah, masjid, pasar, hingga mapolsek serta sarana umum layaknya permukiman pada umumnya.
Tingginya potensi konflik agraria ini membuat Bupati Rejang Lebong, Achmad Hijazi, mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 180.417/VIII/2017 tertanggal 21 Agustus tahun 2017 tentang penanggulangan potensi konflik agraria di Kabupaten Rejang Lebong dan membentuk tim terpadu penyelesaian permasalahan agraria yang terdiri dari Organisasi Pemeritahan Daerah (OPD), Organisasi nonpemerintah, dan akademisi.
Menurut Hijazi, tim terpadu yang dibentuk ini akan bekerja melakukan identifikasi tanah ulayat atau tanah adat untuk masuk dalam agenda reformasi agraria, pemetaan tanah kelola masyarakat, dan menyiapkan solusi penyelesaian konflik. Selain itu, juga untuk membuat pemetaan potensi ekonomi kerakyatan.
"Kami juga menyiapkan rancangan peraturan daerah tentang perlindungan dan pengakuan hak kelola masyarakat adat," ujar Hijazi.
Salah seorang tenaga ahli utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Usep Setiawan, beberapa hari lalu melakukan kunjungan kerja ke wilayah itu berjanji akan menjadikan Kabupaten Rejang Lebong sebagai daerah percontohan penyelesaian konflik agraria di Indonesia.
Selain Rejang Lebong, beberapa kabupaten lain, yaitu Munsi Banyu Asin dan Kabupaten Sigi, juga menjadi perhatian khusus pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Ada banyak solusi yang bisa dilakukan untuk menyesaikan konflik ini, di antaranya dalam bentuk Tanah Objek Reforma Agraria atau TORA, sistem perhutanan sosial, hingga pengakuan tanah komunal atau hak ulayat masyarakat adat. Pemerintah pusat juga sudah membentuk tim penanganan konflik agraria ini pada tingkat lintas kementerian yang dipimpin Menko Polhukam.
Lintas kementrian itu, di antaranya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Agraria, dan Kementerian Desa Tertinggal.
"Semua sudah terkoneksi langsung ke Bapak Presiden," Usep Setiawan menegaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini: