Ditolak Warga, Pesantren Ibnu Mas'ud Tetap Akan Bertahan

Menanggapi ponpes asuhannya disebut menyebarkan paham radikal, apalagi sarang teroris, Agus secara tegas membantahnya.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 18 Sep 2017, 08:32 WIB
Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud Desa Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Liputan6.com, Jakarta Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tampak sepi dari aktivitas belajar tahfiz Alquran menyusul adanya desakan penutupan ponpes oleh warga. Sekitar 260 santri terpaksa dipulangkan karena khawatir menjadi korban jika aksi massa yang menuntut penutupan ponpes kembali terjadi seperti pada 17 Agustus 2017.

"Mereka sudah dipulangkan. Kami tidak ingin santri kami jadi korban, apalagi usia mereka masih anak-anak," kata Ketua Yayasan Al Urwatul Wutsqo Ponpes Ibnu Mas'ud, Agus Purwoko, Minggu (17/9/2017).

Agus menceritakan, anak didiknya merasa sedih harus meninggalkan pesantren yang terletak di Jalan Jami, Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, itu.

"Waktu dijemput orangtuanya, mereka pergi sambil nangis-nangis karena mereka tidak betah di rumah," ucap Agus.

Karena itu, dia akan tetap mempertahankan ponpes yang sudah berdiri sejak 2012 silam ini. Sebab, Agus menganggap pembubaran itu dilakukan secara sepihak dan tanpa ada dasar yang kuat.

"Kami di sini bukan untuk memberikan kerugian bagi warga, tapi sebaliknya. Kami juga ingin mengajarkan anak tahfiz Alquran," ujar Agus.

Menanggapi ponpes asuhannya menyebarkan paham radikal, apalagi disebut sebagai sarang teroris, Agus secara tegas membantahnya.

"Itu tidak benar, semua menghubungkan pondok pesantren kami dengan teroris," kata Agus.

Menurut dia, pesantren yang terletak di Kaki Gunung Salak ini hanya mengajarkan tahfiz Alquran kepada santrinya yang masih berusia antara 10 hingga 13 tahun.

Agus juga menjelaskan, jika ada orangtua santri yang terlibat kasus teroris kemudian menitipkan anaknya di ponpes tersebut, bukan berarti ponpes terlibat jaringan teroris.

"Selama ini ada paradigma ponpes kami dikait-kaitkan dengan teroris. Padahal, niat kami mengajarkan anak yang bermasalah. Artinya, anak yang orangtuanya tersangkut hukum, seperti teroris, kriminal dan lainnya," kata Agus.


Akui Kurang Komunikasi

Agus mengakui telah melakukan kesalahan karena sejak awal berdirinya ponpes hingga sekarang, dia belum pernah berkomunikasi, baik dengan pihak kepolisian, pemerintah daerah, maupun masyarakat setempat.

Sehingga saat terjadi aksi terorisme di sejumlah wilayah Indonesia, ponpes tersebut selalu dicurigai sebagai sarang teroris dan mengajarkan paham radikal.

"Iya itu kesalahan kami, jadi asumsi orang kami jadi sarang teroris. Tapi ke depan kami akan silaturahmi dengan semua pihak supaya tidak dicurigai, dituduh, difitnah terus," kata dia.

Bahkan, setelah pembakaran umbul-umbul Merah Putih oleh salah satu pengajarnya, Agus telah merombak seluruh pengurus bahkan ada yang dikeluarkan dari ponpes tersebut.

"Ada sekitar 20 orang pengurus, beberapa di antaranya sudah dikeluarkan karena indisipliner," kata dia.


Saksiskan video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya