Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag), menggagalkan penyelundupan minuman keras (miras) sebanyak 5 kontainer. Miras tersebut bernilai Rp 26,3 miliar.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, pencegahan itu dilakukan di dua lokasi yang berbeda. Dua di antaranya di Pelabuhan Sri Bayintan Kijang dan tiga lainnya Pelabuhan Tanjung Priok.
Advertisement
"Nilainya 5 kontainer Rp 26,3 miliar," kata Heru di Polda Metro Jaya Jakarta, Senin (18/9/2017).
Dia menuturkan, modus pelaku adalah melakukan pengangkutan miras ilegal antarpulau dan memberitahukan secara tidak benar dalam dokumen pengangkutan atas barang tersebut. Para pelaku mengelabui petugas dengan menyatakan barang yang diangkut adalah plastik yang kemudian ditutupi sampah.
"Modus kedua mereka kamuflase isi (miras) dengan sampah plastik yang mereka bungkus," ujar Heru.
Dia mengatakan, pemerintah akan terus berupaya menggagalkan impor ilegal. Pasalnya, itu akan menciptakan persaingan yang tidak sehat.
"Satu sisi memberantas secara sinergis, dan sisi lain kita melindungi pelaku usaha yang betul-betul legal," tutup Heru.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Riset PWNU DKI
Kepala Departemen Lakpesdam PWNU DKI Jakarta Abdul Wahid Hasyim mengungkapkan, dari hasil riset menunjukkan banyak anak di bawah umur yang mengonsumsi miras oplosan. Ini dilakukan lantaran mereka sulit mendapatkan minuman beralkohol golongan A di supermarket.
Pemerintah melalui Permendag mengeluarkan kebijakan tentang peredaran minuman beralkohol. Peraturan Mendag Nomer 06/M-DAG/PER/1/2015 menyebutkan tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol. Pemerintah melarang penjualan miras golongan A di minimarket dan toko pengecer lainnya.
"Konsumsi alkohol oplosan terjadi karena mudahnya memperoleh minuman oplosan di pinggir jalan dan tanpa pengendalian. Dari jumlah responden yang sering konsumsi alkohol, 71,5 persen mengaku membeli minuman oplosan di warung jamu," kata Abdul saat acara di Bumbu Desa Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/8/2017).
Riset dilakukan pada Februari hingga Maret 2017 melalui survei saintifik, dengan mendasarkan penarikan sampel sesuai kaidah probability sampling dengan metode penarikan sampel acak sederhana. Riset yang dilakukan bekerja sama dengan Pusat Penguatan Otonomi Daerah (PPOD) itu menyasar 327 responden remaja, usia antara 12 sampai 21 tahun.
Abdul melanjutkan, sebanyak 14,3 persen mereka membeli miras oplosan di warung kelontong dan 7,1 persen melalui perantara. Warung jamu dipilih responden karena mudah diakses, jarang ada razia, dan ada di hampir setiap sudut jalan juga gang.
"Fenomena lainnya yang cukup mencengangkan, jumlah responden di bawah umur yang tetap mengonsumsi minuman beralkohol oplosan yaitu 65,3 persen," ucap dia.
Advertisement