Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan perkara pemberian keterangan palsu dengan terdakwa Miryam S Haryani kembali digelar. Dalam sidang terungkap, politikus Partai Hanura tersebut tertekan sebelum pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut diungkap oleh ahli psikologi forensik Reni Kusumowardhani saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (18/9/2017). Reni mengatakan, hal tersebut setelah dia melakukan observasi terhadap video pemeriksaan Miryam.
Advertisement
"Hasilnya ada stres atau perasaan tertekan. Jenisnya tertekan sebagai stimulus. Karena hal-hal lain yang terjadi, bukan saat dia hadapi saat (pemeriksaan) itu," ujar Reni.
Ia menyatakan, tidak melakukan observasi sendiri. Ada tim yang khusus menguji isi kalimat Miryam saat pemeriksaan.
Pernyataan Miryam yang secara khusus diperiksa yakni terkait pengakuannya ditekan anggota Komisi III DPR.
Namun, tidak tertutup ada penyebab lain yang menyebabkan Miryam tertekan.
"Ada tumpukan berkas di ruang pemeriksaan atau bau yang mengganggu juga bisa membuat tidak nyaman. Tapi itu tidak selalu, masih ada kenyamanan dan rileks," kata Reni.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pernyataan Saksi Lain
Sepekan sebelumnya, saksi ahli lain juga punya pandangan serupa. Ahli Hukum Pidana Noor Aziz Said menilai, politikus Hanura Miryam S Haryani telah mendapat tekanan sebelum diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini menyebabkan Miryam tidak memiliki keleluasaan dalam memberikan keterangan.
"Saat memberikan keterangan, dia (Miryam) sudah berada di bawah pengaruh sesuatu, sehingga dia menuruti dan tidak memiliki kehendak bebas," tutur Noor Aziz kepada majelis hakim saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 11 September 2017.
Dia berpendapat, paksaan atau tekanan bisa berasal dari manusia. Saat hadir sebagai saksi terkait kasus e-KTP, Miryam kemungkinan sudah berada di bawah ancaman. Ancaman atau paksaan tersebut bisa juga berupa pesan dari pihak luar dan itu telah memengaruhi psikis mantan anggota Komisi II DPR tersebut.
"Jadi tidak terbatas pada penyidik, bisa jadi tekanan psikis sebelumnya," tegas Noor.
Advertisement