Biaya Isi Ulang Uang Elektronik Jangan Beratkan Masyarakat

Perbankan dinilai membutuhkan biaya besar untuk mengembangkan uang elektronik.

oleh Agustina Melani diperbarui 18 Sep 2017, 16:30 WIB
Pengunjung mencoba mesin top up Mandiri e-money di gerai Bank Mandiri pada event IBD Expo 2016 di Jakarta, Kamis (8/9). Hingga Juli 2016, terdapat 7,9 juta kartu berlogo Mandiri E-Money yang telah diterbitkan. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) akan merilis aturan mengenai pemungutan biaya isi ulang (top up) untuk uang elektronik atau e-money. Langkah BI itu tersebut dinilai wajar lantaran perbankan membutuhkan biaya untuk investasi uang elektronik.

Praktisi perbankan Leonardo Koesmanto menuturkan, mengembangkan uang elektronik membutuhkan biaya besar. Pengembangan itu mulai dari sosialisasi dan jaringan infrastruktur. Akan tetapi, Leonardo belum menjelaskan detail biaya pengembangan infrastruktur untuk uang elektronik.

"Infrastruktur untuk e-money besar," ujar Leonardo saat dihubungi Liputan6.com, Senin (18/9/2017).

Ia menuturkan, perbankan mengembangkan uang elektronik tersebut juga sesuai program regulator untuk mendorong gerakan nontunai. Ia menuturkan, gerakan nontunai tersebut dapat bermanfaat bagi banyak orang. "Misalkan untuk bayar tol agar lebih cepat sehingga pakai e-money," kata dia.

Meski demikian, infrastruktur pengembangan e-money membutuhkan biaya besar. Oleh karena itu, Leonardo menilai hal wajar bila ada biaya isi ulang uang elektronik. "Diperlukan juga. Pelaku usaha kadang perlu biaya untuk investasi. Selain itu untuk sarana dan prasarana," kata Leonardo.

Namun, ia mengingatkan, besaran biaya isi ulang elektronik tersebut tidak memberatkan masyarakat. Lantaran penghasilan masyarakat berbeda-beda, demikian juga untuk isi ulang uang elektronik.

"Jangan terlalu berat. Karena ada top up besar dan kecil. Kalau yang mampu isi ulang Rp 1 juta bisa dikenakan biaya besar. Kalau isi ulang Rp 20 ribu dikenakan pungutan Rp 5.000 itu memberatkan," ujar Leonardo.

Leonardo menuturkan, agar penggunaan uang elektronik meningkat dan menjangkau masyarakat memang butuh daya tarik. Ini juga agar membantu program pemerintah untuk wujudkan gerakan nontunai. Misalkan penggunaan uang elektronik itu diberi subsidi dulu.

"Kalau dari awal diberikan subsidi, kalau tidak, maka tidak berkembang. Jadi ketika sudah terbiasa dan berguna bagi masyarakat sehingga perlu, maka masyarakat menggunakan e-money dan akan bayar (biaya isi ulang) asal tidak beratkan. Jadi harus ada itung-itungannya. Make sense tetapi tidak beratkan," jelas Leonardo.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


BI Bakal Rilis Aturan Biaya Isi Ulang Uang Elektronik

Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan aturan mengenai pemungutan biaya isi ulang (top up) untuk uang elektronik atau e-money. BI berharap masyarakat memahami bahwa adanya biaya tersebut demi memaksimalkan sarana dan prasarana.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memastikan peraturan anggota dewan gubernur pemungutan biaya isi saldo uang elektronik perbankan dari konsumen akan terbit akhir September 2017.

"Kami akan atur batas maksimumnya, dan besarannya, biayanya tidak akan berlebihan membebani konsumen," kata Agus, Jumat 15 September 2017.

Agus mengatakan, regulasi isi saldo tersebut akan berupa Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG). Ia belum mengungkapkan aturan besaran maksimum biaya isi saldo uang elektronik karena masih dalam finalisasi.

Agus menjelaskan, BI akhirnya memperbolehkan perbankan memungut biaya isi saldo uang elektronik karena mempertimbangkan kebutuhan perbankan akan biaya investasi dalam membangun infrastruktur penyediaan uang elektronik, layanan teknologi, dan juga pemeliharaannya.

Mengingat pada 31 Oktober 2017 pembayaran jasa penggunaan jalan tol di seluruh Indonesia harus menggunakan uang elektronik, maka perbankan juga harus menyediakan loket dan tenaga Sumber Daya Mineral (SDM) di area sekitar jalan tol agar kebutuhan masyarakat untuk membayar jasa jalan tol terpenuhi.

"Kita harus yakinkan bahwa saat masyarakat beli uang elektronik untuk jalan tol, itu harus tersedia secara luas. Oleh karena itu, BI mengizinkan untuk ada tambahan biaya," ujarnya.

Selain loket penjualan uang elektronik, kata Agus, perbankan juga harus menyiapkan sarana prasarana untuk melayani isi saldo uang elektronik. "Kami juga berharap masyarakat memahami kalau tidak ada biaya top up nanti akan terbatas itu kesediaan sarananya," ujar dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya