Jokowi Beri Lampu Hijau untuk Mobil Pedesaan

Pemerintah siap mendukung mobil pedesaan dari segi regulasi.

oleh Amal Abdurachman diperbarui 18 Sep 2017, 19:35 WIB
Jokowi di pabrik Kiat Motor, Solo, Jawa Tengah, Minggu (17/9/2017). (Liputan6.com/Ahmad Romadoni)

Liputan6.com, Solo Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengunjungi pabrik Kiat Motor yang berada di Jalan Solo - Yogyakarta, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Untuk diketahui, Kiat Motor merupakan pabrik yang memproduksi mobil Esemka. Sayangnya, nasib Esemka kurang beruntung karena uji emisinya dianggap tidak memenuhi standar.

Dalam kunjungannya kali ini, Jokowi diperlihatkan prototipe Kiat Mahesa (Moda Angkutan Hemat Pedesaan). Mahesa merupakan kendaraan berjenis pikap yang diperuntukkan untuk mendukung mobilisasi masyarakat desa dan mengembangkan sektor pertanian.

Prototipe Mahesa mengadopsi mesin Diesel berkapasitas 650 cc, komponennya sendiri diproduksi langsung oleh sejumlah produsen yang berada di Klaten. Tidak disebutkan berapa tenaga dan torsi yang dihasilkan oleh mesin ini, namun penggunaan mesin Diesel akan menjanjikan torsi yang memadai untuk penggunaan operasional.

Saat melihat prototipe tersebut, Jokowi menunjukkan antusiasmenya. "Tugas pemerintah memberikan dorongan agar gagasan seperti ini bisa masuk ke pasar," ucap Jokowi kepada Sukiyat, pemilik Kiat Motor. Adapun dukungan yang bisa diberikan melalui regulasi, seperti sertifikasi, uji emisi, dan perpajakan.

Mobil yang diperuntukkan untuk pedesaan tersebut rencananya akan dibanderol dari Rp 60 - 70 jutaan. Harga tersebut cukup kompetitif jika dibanding pikap dari pabrikan Jepang yang sudah dibanderol di atas Rp 100 juta. Berminat?

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Gagasan Mobil Nasional Sudah Usang?

Layu sebelum berkembang, mungkin peribahasa itu yang paling tepat menggambarkan kisah mobil nasional. Di tengah gempuran mobil-mobil merek Jepang, proyek yang telah diinisiasi sejak 1990-an ini tidak pernah benar-benar terealisasikan.

Timor, yang digawangi Tommy Soeharto, adalah proyek paling prestisius sepanjang sejarah. Meski telah dapat sejumlah proteksi dari pemerintah, namun ia gagal. Tidak bisa melewati krisis 1997-1998. Ada pula yang paling baru Esemka, yang sampai saat ini tidak jelas bagaimana kelanjutannya.

Kalau bicara mobil nasional, yang selalu dirujuk adalah Proton, asal Malaysia. Didirikan pada 1983, awalnya Proton menggunakan teknologi milik Mitsubishi, tapi kemudian sukses mengembangkan teknologinya sendiri. Bahkan mereka bisa ekspor ke Indonesia.

Meski terbilang gagal, namun wacana soal mobil nasional tidak pernah surut. Beberapa pihak menyambungkannya dengan sentimen nasionalisme. Bahwa untuk menjadi bangsa yang besar dan disegani, harus punya merek mobil sendiri. Buatan sendiri.

Tapi pejabat yang ada sekarang tidak sepakat dengan itu. Mobil nasional sudah jadi gagasan yang usang.

Setidaknya itu anggapan dari I Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian. Putu bilang kalau Proton sekalipun, yang kerap dijadikan rujukan, akhirnya gagal.

"Kita mau buat seperti Malaysia? Apa Proton berhasil? Berapa itu kerugian yang ditanggung perusahaan," terangnya dalam acara "Seabad Industri Otomotif Indonesia" yang digelar Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) di Jakarta, Selasa (28/8/2017) kemarin.

Proton memang mengalami masalah keuangan yang cukup akut dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terutama karena mereka tidak bisa berbuat banyak dalam hal penjualan, baik di dalam negeri ataupun luar negeri.

Tahun 2015 misalnya, mereka hanya berhasil menjual 102 ribu unit mobil. Padahal kapasitas produksinya mencapai angka 400 ribu unit per bulan. Pihak pemerintah Malaysia sendiri cukup banyak membantu. Namun niat baik itu tidak dapat membantu Proton terlalu banyak.

Sebagai gantinya, Putu menawarkan konsep kemandirian komponen. Maksudnya, alih-alih membuat kendaraan ala Proton atau Timor, Putu menilai yang dapat dilakukan adalah menciptakan iklim yang sehat agar industri komponen bisa bersaing dengan pasar luar negeri.

"Jadi dengan itu industri komponen kita bisa tumbuh. Ada lokalisasi, penyerapan tenaga kerja. Ini fokus kami. Menciptakan lebih banyak OEM. Tier 1-3 dan workshop di seluruh Indonesia. Ini kepentingan kami. Menciptakan lebih banyak orang bekerja di industri ini," tutup Putu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya