Liputan6.com, Caracas - Presiden Venezuela Nicolas Maduro menjuluki Donald Trump sebagai "Hitler baru" di kancah perpolitikan internasional. Tak hanya itu, Maduro juga menuding Trump berusaha membunuhnya.
Pernyataan Maduro ini sebagai respons atas pidato perdana Trump di hadapan Sidang Majelis Umum PBB ke-72 pada Selasa 19 September kemarin.
Maduro yang tidak menghadiri Sidang Majelis Umum PBB mengungkapkan kemarahannya dari Caracas. Ia menyebut pidato Trump sebagai "agresi dari Hitler baru di dunia politik internasional yang melawan rakyat Venezuela".
"Tidak ada yang bisa mengancam Venezuela dan tidak ada yang memiliki Venezuela. Donald Trump hari ini telah mengancam Presiden Venezuela dengan kematian," kata Maduro seperti dikutip dari NBC News pada Rabu (20/9/2017).
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Venezuela Jorge Arreaza yang hadir di Sidang Majelis Umum PBB juga mengecam pidato Trump. Namun, ia menolak mengomentari kritik yang juga dilontarkan para pemimpin negara lainnya terhadap rezim Maduro.
Selama ini, isu terkait Amerika Latin kerap dipinggirkan oleh AS dalam ajang-ajang internasional. Trump tampil berbeda dengan menjadikan krisis politik Venezuela sebagai salah satu fokus utamanya saat pidato di Sidang Majelis Umum PBB.
Venezuela juga menjadi topik utama saat makan makan yang diikuti Trump bersama dengan sejumlah pemimpin Kolombia, Brasil, Panama, dan Argentina.
Pemerintahan Maduro dinilai semakin terisolasi di kawasan, meski sejumlah negara berhaluan kiri dan negara-negara kecil di Karibia masih menunjukkan kesetiaan mereka.
Baca Juga
Advertisement
Ada pun pada Rabu waktu New York, belasan Menteri Luar Negeri Amerika Latin dijadwalkan bertemu untuk membahas langkah-langkah baru demi mengatasi krisis Venezuela. Sebelumnya para Menlu tersebut sempat bertemu di Lima, Peru, di mana mereka mencela "keruntuhan demokrasi" Venezuela.
Pemerintahan Venezuela menghadapi kritik internasional setelah sebuah majelis konstitusional yang seluruh anggotanya terdiri dari loyalis pemerintahan dimanfaatkan untuk menyingkirkan lawan-lawan politik Maduro. Belakangan, rakyat Venezuela hidup di tengah kekacauan politik yang memicu krisis pangan dan obat-obatan serta inflasi tiga digit.
Presiden Brasil Michel Temer juga menyoroti krisis Venezuela dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB. Ia menyatakan, "Di Amerika Selatan, tidak ada lagi ruang alternatif bagi demokrasi".
Di Venezuela sendiri, fakta bahwa krisis negara mereka dibahas di Sidang Majelis Umum PBB, disambut baik oleh pihak oposisi.
"Semua presiden benar-benar khawatir tentang kebutuhan mendesak untuk menemukan solusi bagi Venezuela, sebuah solusi demokratis dan damai," kata Julio Borges, seorang politisi dari kubu oposisi.
Meski demikian, ada pula yang protes dengan pidato Trump. Di Caracas, ribuan pendukung pemerintah turun ke jalan untuk menolak pernyataan presiden AS tersebut.
"Kerajaan Amerika ingin menginjak semua negara yang mau maju, namun kita tidak akan menyerah," ungkap Yirialdy Echandia, seorang mahasiswa berusia 37 tahun.
Pidato Trump
Dalam pidatonya, Presiden Trump mendesak para pemimpin dunia untuk membantu memulihkan kebebasan demokrasi dan politik di Venezuela. Trump juga mengancam akan menjatuhkan sanksi ekonomi yang lebih luas jika Maduro tetap menerapkan pemerintahan yang otoriter.
Namun, tidak sekalipun dalam pidatonya, Trump mengulang ancaman sebelumnya di mana AS mempertimbangkan opsi militer untuk menekan Venezuela.
"Kediktatoran sosialis Nicolas Maduro telah menimbulkan rasa sakit dan penderitaan yang mengerikan pada orang-orang baik di negara tersebut," ujar Trump.
"Rezim korup ini menghancurkan sebuah negara yang makmur -- bangsa yang makmur, dengan menerapkan sebuah ideologi yang gagal yang telah menghasilkan kemiskinan dan kesengsaraan. Untuk membuat keadaan menjadi lebih buruk, Maduro telah menantang rakyatnya sendiri, mencuri kekuasaan dari perwakilan mereka yang terpilih, untuk mempertahankan peraturannya yang membawa malapetaka. Orang-orang Venezuela kelaparan, dan negara mereka ambruk. Lembaga demokrasi mereka hancur. Situasinya sama sekali tidak bisa diterima, dan kita tidak bisa berdiri dan menonton," imbuhnya.
Trump melanjutkan, "Sebagai tetangga dan sahabat yang bertanggung jawab, kita dan semua orang lain memiliki tujuan - tujuan itu adalah untuk membantu mereka memperoleh kembali kebebasan mereka, memulihkan negara mereka, dan memulihkan demokrasi mereka".
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada para pemimpin di ruangan ini karena telah mengutuk rezim tersebut dan memberikan dukungan penting bagi rakyat Venezuela. Amerika Serikat telah mengambil langkah penting untuk meminta pertanggungjawaban rezim tersebut. Kami siap untuk mengambil tindakan lebih lanjut jika pemerintah Venezuela terus berupaya menerapkan peraturan otoriter pada rakyatnya," ucap Presiden AS tersebut.
Advertisement