Liputan6.com, Karangasem - Ketut Wenten (35) dan istrinya, Wayan Nidep (42), warga Desa Kiduling, Kreteg, Besakih, Karangasem, Bali, masih menjajakan satai ikan di sekitar Pura Besakih. Padahal, Gunung Agung saat ini sudah memasuki level siaga.
Mereka mengaku belum akan mengungsi sebelum ada perintah langsung pemerintah atau dari para kelian desa adat. Selain itu, Wenten berpegang pada pesan orangtuanya yang menjadi saksi hidup saat Gunung Agung meletus pada 1963 lalu.
"Pesannya (orangtua) kalau air masih mengalir di sekitar Pura, jangan tinggalkan rumah untuk mengungsi. Kecuali rumput-rumput mulai layu, monyet, harimau, musang dan lainnya turun dari atas gunung," kata Wenten, kala ditemui di Pura Besakih, Kamis, 21 September 2017.
Menurut dia, bencana letusan Gunung Agung pasti akan terjadi. Namun, dia percaya amanah orangtuanya tentang tanda-tanda alam akan meletusnya Gunung Agung itu benar.
Baca Juga
Advertisement
"Saya masih lihat air dari atas gunung masih mengalir jernih. Jadi, saya tidak takut terjadi apa-apa. Kecuali, nanti ada imbauan dari pemerintah untuk mengungsi, baru saya akan patuhi," ucapnya.
Wenten bercerita, saat Gunung Agung meletus 54 tahun lalu, orangtuanya sampai tidak bisa mengevakuasi hewan ternaknya. Mereka lalu memilih memotong ternak tersebut dan dibagikan kepada tetangga. Setelah itu, baru orangtuanya mengungsi sebelum Gunung Agung meletus.
"Saat itu, masih jarang ada kendaraan masuk ke sini (Besakih) untuk evakuasi hewan ternak. Tidak seperti sekarang, banyak mobil-mobil yang siap mengangkut para pengungsi dan hewan ternak," ujar dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
13 Ribu Polisi Siaga Erupsi Gunung Agung
Sementara itu, Kepolisian Daerah (Kapolda) Bali, Irjen Petrus Reinhard Golose, menegaskan pihaknya sudah berkoordinasi dengan seluruh jajarannya di lingkup wilayah hukum Bali untuk mengantisipasi erupsi Gunung Agung. Polda Bali mengerahkan 13 ribu personel untuk bertanggung jawab dalam tanggap bencana dan keamanan.
Polisi, Golose melanjutkan, juga siap mengamankan jalur evakuasi dan rumah warga yang ditinggal mengungsi. Data sementara dari Pusdalops BPBD Provinsi Bali, saat ini terdapat 1.259 jiwa pengungsi.
"Sampai sekarang dari laporan, warga rata-rata kalau malam mengungsi dan sudah ada bantuan, baik dari pemda maupun kepolisian," kata Golose di Kuta.
Ia mengaku telah berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan seperti BNPB, BPBD, TNI dan elemen lainnya. Ia juga berencana memantau langsung kawasan zona merah Gunung Agung hari ini.
"Ada beberapa desa memang yang kalau malam mereka turun, kalau siang mereka kembali ke kediaman dan beraktivitas seperti biasa," ujarnya.
Ia menilai, hingga kini, berkaitan dengan tanggap darurat Gunung Agung, semua sudah dalam koordinasi yang baik. Golose menyebut semua pihak sudah menjalankan fungsinya dengan baik, khususnya terkait pendistribusian logistik. Polda Bali sendiri, dalam hal ini satuan Brimob, telah membuka posko di lokasi.
"Kerja sama tentu kunci yang paling penting," tuturnya.
Berdasarkan data PVMBG, pada Kamis, 21 September 2017, antara pukul 06.00 – 12.00 WIB terekam 144 kali gempa vulkanik dalam dan 10 kali gempa vulkanik dangkal. Ada proses pergerakan magma yang mendorong permukaan dan meruntuhkan batuan yang menyumbatnya di pada jarak 5 kilometer di bawah permukaan bumi. Status Gunung Agung masih Siaga (Level III).
PVMBG merekomendasikan masyarakat di sekitar Gunung Agung dan pengunjung agar tidak beraktivitas, tidak mendaki, dan tidak berkemah di dalam area kawah Gunung Agung dan di seluruh area di dalam radius 6 kilometer dari kawah puncak Gunung Agung.
Keterangan tertulis BNPB juga menyebut zona merah mengalami perluasan sektoral ke arah utara, tenggara dan selatan-barat daya sejauh 7,5 kilometer. Artinya, di dalam wilayah tersebut harus kosong atau tidak ada aktivitas masyarakat karena berbahaya jika sewaktu-waktu gunung meletus.
Advertisement