Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia masih tercatat positif. Hingga saat ini, neraca perdagangan Indonesia masih tercatat surplus.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menerangkan, secara kumulatif dari Januari-Agustus 2017 neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$ 9,11 miliar. Raihan ini jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 5,13 miliar. Dia mengatakan, kondisi tersebut sejalan dengan derasnya modal asing yang masuk ke Indonesia.
"Sementara itu, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan Indonesia telah mencapai US$ 9,17 miliar sampai dengan Agustus 2017," kata dia di BI Jakarta, Jumat (22/9/2017).
Baca Juga
Advertisement
Lebih lanjut, dia menuturkan, cadangan devisa pada akhir Agustus 2017 mencapai US$ 128,8 miliar. Jumlah tersebut cukup untuk membiayai 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Rupiah bergerak stabil dan cenderung terapresiasi. Selama Agustus 2017, secara rata-rata rupiah menguat sebesar 0,02 persen menjadi Rp 13.343 per dolar Amerika Serikat (AS).
"Penguatan tersebut dipengaruhi oleh pelemahan dolar AS dan aliran masuk dana asing yang menyebabkan kondisi net supply di pasar valas. Pelemahan dolar AS dipengaruhi oleh pernyataan dovish dari The Fed dan ECB, serta kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi AS. Sementara itu, aliran masuk dana asing didukung oleh prospek imbal hasil yang tetap positif," jelas dia.
Sementara, inflasi nasional relatif terkendali bahkan lebih rendah dari perkiraan semula. Inflasi Agustus 2017 tercatat 2,53 persen year to date (ytd) atau 3,82 persen year in year (yoy).
"Perkembangan ini merupakan dampak membaiknya pasokan, pengaruh faktor musiman pasca Lebaran dan liburan sekolah serta kontribusi positif berbagai kebijakan yang ditempuh pemerintah disertai koordinasi yang kuat bersama BI," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BI Kembali Pangkas Suku Bunga Acuan
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan. Langkah bank sentral memangkas suku bunga acuan ini konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Dody Budi Waluyo menjelaskan, Dewan Gubernur memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin dari 4,5 persen menjadi 4,25 persen, dengan suku bunga Deposit Facility turun 25 basis poin menjadi 3,50 persen dan Lending Facility turun 25 basis poinmenjadi 5 persen. Keputusan ini berlaku efektif sejak 25 September 2017.
"Kebijakan penurunan suku bunga ini konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi tahun 2017 dan 2018," jelas dia di gedung BI, Jakarta, Jumat 22 September 2017.
Dody melanjutkan, prospek perekonomian global diperkirakan semakin membaik terutama di negara maju. Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan lebih tinggi sejalan dengan perbaikan permintaan domestik. Demikian pula, pertumbuhan ekonomi di Eropa membaik seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan penurunan ketidakpastian sektor keuangan.
Di negara berkembang, perekonomian China diperkirakan tumbuh lebih baik didukung oleh konsumsi yang kuat dan penyaluran kredit yang meningkat. Peningkatan pertumbuhan di China diperkirakan dapat mengkompensasi penurunan pertumbuhan di India.
Di pasar komoditas, harga minyak relatif stabil dan harga komoditas ekspor Indonesia relatif tetap tinggi, terutama batubara dan tembaga. Relatif membaiknya pertumbuhan ekonomi global dan tetap tingginya harga komoditas dunia berdampak positif terhadap kinerja ekspor Indonesia.
Advertisement