Liputan6.com, Yogyakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta masyarakat berhenti berpolemik soal pemutaran film G30S/PKI. Pasalnya, perdebatan hanya akan membuang energi.
"Pemutaran film berasal dari sudut pandang dan wawasan yang berbeda," ujar Lukman dalam sarasehan bertajuk "Penanggulangan Radikalisme dan Intoleransi Melalui Bahasa Agama" di Yogyakarta, Sabtu (23/9/2017).
Advertisement
Ia menilai sudut pandang yang ditampilkan di film tidak bertentangan dengan fakta sejarah. Namun, kondisi dan situasi sekarang mengakibatkan munculnya keberagaman maupun penafsiran fakta sejarah.
Lukman juga tidak mempersoalkan pembuatan ulang film karena bisa memunculkan fakta baru, sehingga masyarakat juga memiliki pandangan baru dan kearifan masa lalu.
Ia mengajak masyarakat untuk menggunakan sudut pandang baru dalam melihat masa depan dan membangun negara demi terwujudnya kesejahteraan.
"Pengajaran agama harus kembali ke esensi dan subtansi agama, agama diturunkan untuk menjaga serta memelihara harkat dan martabat manusia," ucapnya.
Menurut Lukman, ada dua faktor yang menjadi penyebab radikalisme, yakni kesenjangan ekonomi dan peluang mendapatkan pendapatan yang semakin kecil di Indonesia, serta minimnya wawasan pelaku radikalisme.
Ketua Pelaksana dan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Binmas) Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY, M Amin, menambahkan radikalisme dan intoleransi tidak sesuai dengan ajaran kehidupan Indonesia.
"Dunia menganggap Indonesia sebagai pencetus modernisasi Islam yang membawa kedamaian," tutur Lukman.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kepentingan Politik
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengatakan, isu PKI memang sering diangkat setiap September. Menurut dia, tujuan dari isu tersebut adalah untuk memojokkan berbagai kalangan.
"Setiap bulan September isu PKI sering diangkat hanya tujuannya memojokkan NU. Ada yang memojokkan TNI Orde Baru," ucap Said di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat, 22 September 2017.
Menurut Said, isu PKI disebar hanya demi tujuan politik semata, bukan untuk memperbaiki sejarah yang ada.
"Kalau memang dalam film ada kesalahan, ayo perbaiki. Bukan isu itu yang diangkat untuk memojokkan siapa pun," ujar dia.
Said mengatakan, pemutaran film G30S/PKI seharusnya dibarengi dengan dengan adanya film-film tentang sejarah pengkhianatan lain di Indonesia. Seperti halnya, berbagai pemberontakan hingga tragedi berbagai bom di Tanah Air.
"Saya setuju film G30S/PKI diputar dan dibuat kembali. Tetapi buatlah film sejarah tentang pemberontakan DI/TII, PRRI, Permesta, PKI Madiun 1948 dan bom Bali, bom Thamrin, dan bom-bom lain yang pernah terjadi," ujar dia.
Tak hanya itu, menurut Said, dibuatnya film pengkhianatan lain dapat memperjelas sejarah bahwa bukan hanya pemberontakan PKI 1965 yang patut dikutuk, sehingga sejarah yang ada dapat dijadikan sebagai pelajaran berbangsa.
"Silakan tonton dengan segala kekurangannya, karena di dunia ini tidak ada yang sempurna. Sejarah bangsa kita dibentuk bukan oleh sejarah 1965 itu. Yang berdosa bukan PKI saja," ujar Said.
Advertisement