Liputan6.com, Jakarta - Minggu malam, 17 September 2017. Suasana mencekam di Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Dengan meneriakkan yel-yel antikomunis, ratusan orang memaksa masuk pagar gedung. Mereka hendak membubarkan seminar bertema Pelurusan Sejarah 65.
Advertisement
Seperti ditayangkan Kopi Pagi dalam Liputan6 Pagi SCTV, Minggu (24/9/2017), tema yang sangat sensitif itu dituding bisa menyebarluaskan paham komunis di Indonesia. Senin dini harinya, bentrokan antara massa dan polisi yang mengamankan acara pun akhirnya pecah.
Meski PKI sudah ditumpas sejak 52 tahun silam, namun polemik terkait keberadaan paham komunisme terus berlangsung. Hampir setiap tahun jelang peringatan Pengkhianatan G30S/PKI pada 30 September selalu muncul pertanyaan, apakah PKI itu ancaman nyata atau sekadar hantu yang menjadi momok menakutkan?
Rakyat yang masih ingat kekejaman PKI dengan tewasnya tujuh pahlawan revolusi tentu tak mau bahaya laten komunis kembali menggerogoti Ibu Pertiwi. Namun, jalan kekerasan tentu bukan jadi penyelesaian.
Lantas benarkah PKI muncul kembali? Masyarakat pun beragam menyikapinya.
Pada era reformasi atau tepatnya sejak September 1998, pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI dihentikan.Tapi belakangan film tersebut kembali diangkat.di berbagai daerah, nonton bareng film pengkhiatan PKI yang menewaskan para pahlawan revolusi pun digelar.
Tidak hanya warga sipil. Bahkan, film ini juga wajib ditonton oleh anggota TNI.
Adalah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang memerintahkan pasukannya untuk menonton kembali film jejak kelam peristiwa berdarah 30 September 1965. Pada hari yang sama, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengomentari kembali maraknya nonton bareng film G30S/PKI.
Jokowi pun memunculkan sebuah ide untuk mengemas atau membuat ulang film Pengkhianatan G30S/PKI sesuai kondisi saat ini. Namun usulan pembuatan ulang film ulang tersebut menuai reaksi pro dan kontra.