Sebut Otak Perempuan 1/4 Otak Lelaki, Ulama Saudi Ini Dikecam

Selain dikecam, ulama itu juga dilarang berdakwah dan melakukan kegiataan agama lainnya oleh salah satu negara bagian di Arab Saudi.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 24 Sep 2017, 21:00 WIB
Arab Saudi merupakan satu-satunya negara yang melarang perempuan menyetir mobil.

Liputan6.com, Riyadh - Arab Saudi rupanya sudah mulai melek dengan keseteraaan gender. Salah satu 'kemajuan' antara lain, memperbolehkan kaum perempuan untuk datang ke stadion menikmati pertunjukkan musik yang digelar untuk hari nasional negara itu.

Selain itu, yang terbaru, Saudi mulai menargetkan ulama yang kerap berbicara semena-mena terhadap perempuan.

Hal itu menimpa seorang ulama yang mengatakan, "perempuan tidak boleh menyetir karena otak mereka mengkerut hingga seperempat otak pria ketika perempuan berbelanja." Ulama itu langsung dilarang untuk berdakwah.

Sang ulama adalah Saad al-Hijri, kepala fatwa di Negara Bagian Assir. Gara-gara berbicara seperti itu, ia dilarang untuk berdakwah dan melakukan aktivitas keagamaan lainnya.

"Komentarnya merendahkan martabat tak hanya perempuan, tapi juga manusia," kata juru bicara Pemerintah Assir seperti dikutip dari The Guardian pada Minggu (24/9/2017).

Meski demikian, sejauh ini perempuan tetap dilarang mengendarai mobil. Padahal pemerintah telah berkoar untuk mencopot larangan itu demi meningkatnya peran perempuan dalam publik, terutama di bidang ketenagakerjaan.

Pernyataan Hijri yang kontroversial itu terekam dalam video dan beredar viral.

"Apa yang dilakukan polisi ketika menemukan pria dengan otak setengah. Dia mau dikasih SIM atau tidak? Tentu tidak. Jadi bagaimana bisa diberikan kepada wanita yang otaknya cuma setengah?" katanya.

"Jika dia pergi ke pasar, di kehilangan otaknya setengah lagi. Jadi berapa yang tersisa? Seperempat... Kami meminta departemen lalu lintas untuk mengecek karena perempuan tidak pantas menyetir karena otaknya cuma seperempat," lanjutnya.

Pernyataan Hajri langsung viral di media sosial di Kerajaan Saudi itu. Akibatnya, warganet Arab Saudi pun marah.

Di Twitter, pernyataannya dikritik dan beberapa netizen mengolok-olok menggunakan tagar "al-Hijri-perempuan-seperempat-otak."

Tagar itu digunakan 119 ribu kali hanya dalam 24 jam.

Beberapa warganet memposting foto ilmuwan perempuan Saudi dalam merespons dan mempertanyakan kapasitas Hajri sebagai ulama.

Meski demikian, ada juga yang masih membela Hajri dengan tagar "Al-Hajri bersama perempan, bukan melawannya".

Penangguhan aktivitas dakwah Hajri langsung dikabulkan oleh Gubernur Negara Bagian. Langkah itu diambil agar kontroversial tidak meluas.

"Pernyataannya tidak mewakili kepentingan nasional," lanjut juru bicara negara bagian.

Arab Saudi kini tengah mereformasi negaranya. Langkah itu didukung oleh pebisnis Saudi yang melihat bahwa negara itu tak lagi bisa bergantung pada minyak semata.

Keputusan itu membuat perseteruan dengan sejumlah ulama berpengaruh di Arab Saudi.


Vision 2030 Arab Saudi

 

Pada April 2016, sebagai kepala Council for Economic Affairs and Development, putra mahkota Mohammed bin Salman memperkenalkan kebijakan ambisius yang bernama Vision 2030. Agenda kebijakan itu beragam, mulai dari diversifikasi ekonomi (agenda prioritas) hingga menggencarkan pengaruh dan kebijakan politik luar negeri Arab Saudi di kawasan.

Di sektor ekonomi, Vision 2030 memiliki agenda untuk mendiversifikasi, memprivatisasi, dan memodernisasi perekonomian Arab Saudi. Salah satu upaya dalam kebijakan itu adalah merancang skema pendanaan dan investasi asing selama 15 tahun senilai US$ 2 triliun.

Vision 2030 juga akan menginisiasi National Transformation Programme, sebuah reformasi strategi ekonomi. Salah satu programnya ditandai dengan penjualan saham perusahaan minyak Arab Saudi Aramco sebesar 5 persen senilai US$ 600 miliar.

Hasil penjualan 5 persen saham Aramco akan dikembangkan di sektor perumahan mewah dan industri. Diprediksi, pengembangan sektor itu mampu meraup keuntungan hingga sekitar US$ 1 triliun.

Sektor ekonomi lain yang akan dikembangkan adalah berbasis pada ketenagakerjaan, pariwisata, dan industri militer. Sejumlah aspek itu diyakini oleh Bin Salman akan meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi ketergantungan pemasukan dari sektor industri minyak.

Selain itu, Vision 2030 juga memiliki agenda untuk meminimalisir dan membatasi peran polisi syariah Arab Saudi dan kesetaraan gender, suatu langkah yang dinilai sebagai usaha untuk merombak tradisi guna mengubah Negeri Minyak yang lebih moderat. Ia pun banyak disukai oleh golongan pemuda Saudi, kelompok melek literasi, dan media.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya