Menguak Misteri Pemesanan 5 Ribu Senjata Ilegal

Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyebut ada jenderal nakal yang membantu mendatangkan 5.000 senjata ilegal tersebut.

oleh Muhammad AliDevira PrastiwiJennar Kiansantang diperbarui 25 Sep 2017, 07:50 WIB
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/7). Rapat yang dipimpin Presiden Jokowi itu membahas Pemantapan Program Bela Negara. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar mengejutkan datang dari Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur. Dalam acara silaturahmi para jenderal dan purnawirawan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut adanya oknum dari instansi di luar militer yang akan mendatangkan 5.000 senjata ilegal.

Dalam melakukan aksinya, kata Gatot Nurmantyo, institusi itu disebutkan telah mencatut nama Presiden Joko Widodo. Dia menyebut ada jenderal nakal yang berusaha membantu mendatangkan senjata ilegal. Oleh karena itu, pihaknya pun siap melakukan pengawasan.

"Data intelijen kami akurat," sebut Gatot, Jumat, 22 September 2017.

Menanggapi kabar tak sedap itu, Menko Polhukam Wiranto langsung memberikan penjelasan di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Minggu (24/9/2017). Ia memandang langkah ini perlu untuk meredam situasi di tengah memanasnya isu kebangkitan PKI, juga menjelang Pilpres 2019 mendatang.

Menurut Wiranto, pemesanan 5.000 pucuk senjata itu tidak terkait dengan kondisi keamanan negara saat ini. Isu itu muncul lantaran belum rampungnya komunikasi antari-nstansi. Namun begitu, dia mengaku ada pemesanan senjata ke PT Pindad sebanyak 500 pucuk, bukan seperti yang disampaikan Jenderal Gatot, yakni 5.000 senjata.

"Setelah dikonfirmasikan kepada Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN dan instansi terkait, terdapat pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan PINDAD oleh BIN untuk keperluan pendidikan intelijen. Bukan 5.000 pucuk dan bukan standar TNI," jelas Wiranto.

Lantaran spesifikasinya yang bukan berstandar tentara, izin pengadaan senjata pun hanya dilayangkan kepada Mabes Polri dan bukan kepada TNI. Karena itu, kata Wiranto, prosedur pengadaannya tidak secara spesifik memerlukan kebijakan Presiden Jokowi.

"Dari penjelasan ini, diharapkan tidak ada lagi polemik dan politisasi atas isu tersebut," ujar Wiranto.

 


Enggan Tanggapi

Atas penjelasan Wiranto itu, Panglima TNI Gatot Nurmantyo pun enggan menanggapinya. Namun, ia menegaskan bahwa ungkapan 5.000 senjata ilegal tersebut merupakan ucapannya.

"Seribu persen itu benar kata-kata saya. Tapi saya tidak pernah press release, sehingga saya tidak perlu menanggapi hal itu," kata Panglima TNI usai menutup Kejurnas Karate Piala Panglima TNI Tahun 2017, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Minggu malam, (24/9/2017).

"Saya tidak pernah press release (soal senjata). Saya hanya menyampaikan kepada purnawirawan. Namun, berita itu keluar. Saya tidak akan menanggapi terkait itu (senjata ilegal)," ucap dia seperti dikutip Antara.

Terkait kebenaran informasi bahwa ada institusi di luar TNI yang berencana mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal ke Indonesia, Panglima TNI kembali enggan menanggapi soal itu. Juga terkait adanya masalah komunikasi antara TNI, BIN dan Polri seperti diungkapkan oleh Wiranto.

"Tanyakan ke Pak Wiranto," ujar dia.

Untuk menguak dan penggunaan senjata itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta Jenderal Gatot untuk mengungkapkan secara jelas. Sebab, hal itu dikhawatirkan akan memberikan dampak tak baik bagi keamanan negara.

"Saya pikir ini harus dijelaskan oleh Pak Gatot. Saya juga kaget. Kalau benar ada institusi seperti itu, kan sangat berbahaya bagi keamanan nasional, bagi keamanan negara. Semua prosedur untuk pengadaan senjata itu kan ada peraturannya, ada UU-nya," ujar Fadli Zon di Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu, 24 September 2017.

Meski Gatot juga menyatakan sudah mencegah masuknya ribuan senjata api tersebut, menurut Fadli Zon, sang panglima harus tetap menjelaskan lebih detail terkait hal tersebut.

"Ini perlu diteliti, meskipun Panglima TNI sudah menyampaikan bahwa ini berhasil dicegah, tapi menurut saya kejadian kan bisa berulang. Nah institusinya, institusi mana? Siapa yang mengambil keputusan? Siapa yang merencanakan itu dan apakah ini atas nama lembaga atau atas nama oknum gitu?" kata dia.

Menurut Fadli Zon, jika benar penyelundupan senjata ilegal tesebut terjadi, keamanan negara tengah terancam. Lima ribu senjata api menurut dia bisa dipergunakan untuk berperang.

"Lima ribu senjata itu bukan angka yang kecil, lima sampai 10 senjata sudah luar biasa, apalagi 5.000. Itu seperti orang mau perang," kata dia.

"Kita harus tahu latar belakang kejadian ini yang sesungguhnya. Apakah memang ada kepentingan politik, atau kepentingan bisnis atau kepentingan apa," ujar Fadli Zon.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya