Pindad Akui BIN Pesan 517 Senjata

PT Pindad (Persero) membenarkan adanya pemesanan ratusan senjata dari Badan Intejen Negara (BIN).

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 25 Sep 2017, 11:15 WIB
Pistol Machine 3 (Foto: Pindad)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pindad (Persero) membenarkan adanya pemesanan ratusan senjata dari Badan Intelijen Negara (BIN). Pengadaan ini dilakukan melalui Polri.

Sekretaris Perusahaan Pindad Bayu A Fiantoro menegaskan, pemesanan itu untuk jenis-jenis senjata yang memiliki kemampuan di bawah standar TNI.

"Jumlahnya ada 517, untuk BIN. Senjata yang berbeda dengan standar TNI, kok," kata Bayu kepada Liputan6.com, Senin (25/9/2017).

Mengenai jenis senjatanya, Bayu enggan menjelaskan lebih rinci. Hanya saja senapan yang dipesan adalah jenis laras panjang.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Hukum Politik dan Keamanan Wiranto menjelaskan seputar isu 5.000 pucuk senjata ilegal. Ia membantah hal itu berhubungan dengan eskalasi kondisi keamanan.

"Hanya adanya komunikasi antarinstitusi yang belum tuntas," katanya dalam jumpa pers di Kantor Kemenkopolhukam.

Informasi keberadaan 5.000 senjata ilegal itu pertama kali dicetuskan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Wiranto segera mengonfirmasi hal tersebut pada Panglima TNI, Kepala BIN, dan Kapolri.

Menurut Wiranto, persoalan seputar isu 5.000 senjata ilegal sudah tuntas. Yang terjadi, kata dia, adalah pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan PINDAD oleh BIN. Itu pun bukan merupakan senjata standar TNI.

Wiranto meluruskan informasi yang menyebut jumlahnya 5.000 pucuk. Pengadaan itu digunakan untuk keperluan pendidikan intelijen.

"Pengadaan seperti ini ijinnya bukan dari Mabes TNI, tetapi cukup dari Mabes Polri. Dengan demikian, prosedur pengadaannya tidak secara spesifik memerlukan kebijakan Presiden," kata Wiranto.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Wiranto: Pemesanan Senjata Tak Usah Dipolitisasi

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto meminta agar permasalahan pembelian senjata yang diungkap oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tidak diperpanjang. Ia menegaskan, ini hanya permasalahan kurang komunikasi dari TNI dan Polri.

"Masalah ini tidak perlu dipolemikkan. Ada satu komunikasi yang belum tuntas, itu saja," ujar Wiranto di Kantor Kemenkopolhukam Jakarta, Minggu 24 September 2017.

Dia menjelaskan, Gatot merasa bahwa perlu perizinan dari Mabes TNI karena standar TNI, tetapi ternyata senjata yang dipesan nonstandar TNI. Oleh karena itu, kata Wiranto, izin cukup dari Mabes Polri.

"Maka hanya komunikasi yang perlu disambungkan, dan setelah disambungkan tidak ada masalah, selesai," kata dia.

Menurut dia, senjata yang dipesan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) ini sebanyak 500 untuk kepentingan sekolah intelijen.

"Lima ratus pucuk untuk kepentingan sekolah inteljen. Senjata jenis modifikasi dari standar TNI, jadi bukan standar TNI dan pembuatannya dari Pindad," ujar Wiranto.

Tak hanya itu, Wiranto juga meminta agar permasalahan ini tidak dipolitisasi. Dia menegaskan ini hanya persoalan komunikasi yang belum tuntas.

"Tidak usah dipolitisasi, itu hanya komunikasi yang belum tuntas. Saya jelaskan supaya tidak ada spekulasi tertentu mengenai hal ini. Sebab, kita jelaskan banyak spekulasi muncul. Jangan-jangan ini untuk institusi lain dalam rangka pemerintah lepas kontrol, bukan," terangnya.

Menurut Wiranto, ada juga yang mengatakan jangan-jangan ada kekuatan lain yang ingin melakukan pemberontakan. Namun dia menegaskan, tidak ada hal itu.

"Kita tetap aman, tetap stabil, tidak ada sesuatu yang dikhawatirkan dari keamanan nasional. Saya jamin," ujarnya.

"Kembali jangan ada spekulasi lain tentang hal ini dan setelah saya jelaskan masalah ini, masalahnya seperti ini, tidak perlu dikhawatirkan, sudah itu sudah cukup, jangan nanti senjata ke mana. Ini untuk kepentingan pendidikan intelijen, sudah," kata dia.

Wiranto mengatakan, senjata ini dibeli dari uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dari Pindad.

"Setiap ada kebutuhan kita beli dari Pindad, diproduksi Pindad enggak ada masalah, tidak pernah beli senjata dipolemikkan seperti ini," tuturnya.

"Kecuali senjata selundupan dari luar masuk ke Indonesia itu barangkali perlu kita waspadai dan perbincangkan secara spesifik, tapi ini pengadaan senjata lewat nonstandar TNI, lewat APBN untuk kepentingan yang jelas, maka tidak perlu dipolemikkan sama sekali," ujar Wiranto.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya