BPJS Kesehatan Minta Dana Penambal Defisit Cair di Awal Tahun

Selama ini mismatch dana BPJS Kesehatan selalu ditambal pemerintah melalui APBN.

oleh Septian Deny diperbarui 25 Sep 2017, 17:00 WIB
Proses administrasi BPJS Kesehatan untuk kategori peserta mandiri membutuhkan banyak waktu karena banyak hal teknis yang harus dilengkapi

Liputan6.com, Jakarta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berharap, alokasi dana pemerintah untuk menambal defisit pendanaan (mismatch) untuk pembayaran klaim peserta bisa cair di awal tahun berjalan. Jika tidak dalam bentuk dana, bisa dengan jaminan pemerintah melalui surat utang negara.

Direktur Kepatuhan Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan B‎ayu Wahyudi mengatakan, selama ini mismatch dana BPJS Kesehatan selalu ditambal pemerintah melalui APBN. Pada 2014, mismatch yang ditanggung pemerintah sebesar Rp 3,3 triliun. Kemudian angka tersebut meningkat di 2015 menjadi Rp 5,7 triliun.

"Tahun 2016 ini kemungkinan sekitar Rp 9 triliun. Yang sudah dibayarkan pemerintah akumulasinya semuanya itu ada Rp 18,84 triliun. Karena ada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, bahwa pendapatan berasal dari iuran, dan dari bantuan pemerintah," ujar dia di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Senin (25/9/2017).

Namun, lanjut dia, alokasi dana yang diberikan pemerintah tersebut tidak dicairkan pada awal tahun berjalan. Oleh sebab itu, agar BPJS Kesehatan memiliki kepastian dana untuk menambal defisit, maka perlu ada jaminan pemerintah melalui surat utang negara.

"Bagusnya sih sebelumnya (tahun berjalan). Kalau sebelumnya, tidak berupa uang, bisa berupa jaminan pemerintah lewat surat utang negara, itu juga boleh. Sehingga kita bisa menggunakannya untuk mendapat fasilitas perbankan nantinya," ungkap dia. Namun menurut Bayu, pihaknya tetap menjaga agar defisit ini tidak terus membesar. Caranya dengan melakukan upaya efisiensi penggunaan dana.

"Jadi kita juga sudah mengefisiensikan segala upaya yaitu dengan regulasi-regulasi. Umpamanya kapitasi yang dulu tidak ada indikatornya, sekarang ada berbasis komitmen di mana harus 144 penyakit, dilihat, tidak boleh dirujuk di faskes pertama," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Potensi Defisit

Adapun BPJS Kesehatan berpotensi mengalami defisit pendanaan (mismatch) untuk pembayaran klaim peserta sebesar Rp 9 triliun pada tahun ini. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kekurangan bayar iuran para pesertanya.

B‎ayu Wahyudi menjelaskan, dari perhitungan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), terdapat selisih pembayaran iuran sebesar Rp 13 ribu per peserta. Sedangkan jumlah peserta pada kategori tersebut mencapai 92,4 juta jiwa.

"Dari hasil perhitungan, PBI itu bayar Rp 23 ribu, harusnya dibayar Rp 36 ribu. Itu sudah selisih Rp 13 ribu. Bayangkan Rp 13 ribu dikali‎ 92,4 juta jiwa," ujar dia.

Selain itu, defisit tersebut juga disumbang oleh kekurangan bayar iuran peserta, bukan penerima upah (PBPU). Selisih pembayaran iuran di kategori ini bahkan diperkirakan lebih besar lagi.

"Itu‎ dari selisih PBI, saja belum dari PBPU. Kelas I itu Rp 81 ribu per bulan, tetapi kelas II ini hanya Rp 51 ribu seharusnya (bayar) Rp 68 ribu, berarti selisih Rp 17 ribu. Kemudian kelas III yang seharusnya itu Rp 53 ribu hanya dibayar Rp 25.500," kata dia.

Bayu menuturkan, perhitungan mismatch ini bukan hanya berasal dari BPJS Kesehatan ini, tetapi juga dari kementerian dan lembaga lain seperti Kementerian Keuangan.

"‎Bayangkan ini sudah diperhitungkan dari perhitungan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) kemudian, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, BPJS," lanjut dia.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya