Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap kejahatan skimming yang terjadi pada Juli 2017. Pelakunya adalah Ion Iabanji, yang berpaspor Moldova. Dia beraksi memasang alat skimmer di sejumlah mesin ATM di Bali.
Kelemahan sistem ATM di Indonesia diduga menjadi celah yang dimanfaatkan pelaku skimming.
Advertisement
"Jadi kelompok ini atau para sindikat internasional ini mencari kelemahan yang ada di ATM di Indonesia," ungkap Ryan Kiryanto, Corporate Secretary BNI, kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat, 15 September 2017.
Hal itu juga diakui Ruby Alamsyah yang merupakan analis digital forensik dari PT Digital Forensik Indonesia. Dia mengatakan, kejahatan ini rawan terjadi di mana pun di Tanah Air.
Ruby menerangkan, pelaku kejahatan finansial siber bisa dengan mudah melakukan aksinya lantaran sistem keamanan perbankan di Indonesia masih mempunyai celah.
Dia mencontohkan, tidak adanya petugas pengamanan (satpam) di ATM center. Padahal, satpam itu merupakan standar keamanan paling mudah.
Dia juga melihat ada sejumlah ATM yang belum dipasang alat anti-skimmer. "Sehingga memungkinkan pelaku untuk memasang skimmer," kata Ruby Alamsyah kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu, 20 September 2017.
Celah ini, lanjut dia, menjadi ladang empuk buat penjahat siber untuk mengeruk keuntungan dari penggandaan data kartu ATM. Sebab, pemasangan skimmer hanya butuh waktu beberapa detik.
"Hitungan detik, enggak sampai 10 detik, langsung kepasang. Nah, itu kan ada kelemahan dari sistem perbankannya," Ruby menegaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Rendahnya Kesadaran Masyarakat
Selain celah di sistem digital perbankan, celah lain juga muncul. Kisnu Widagso, kriminolog Universitas Indonesia, menyebut, suburnya kejahatan finansial siber di Indonesia, tak lepas dari rendahnya tingkat kesadaran nasabah.
Kisnu menilai, masyarakat Indonesia pada umumnya masih kurang waspada tentang bagaimana mengamankan aset digital yang ada di dunia siber.
Kriminolog UI itu mencontohkan, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum tahu mana alat di lubang kartu ATM yang asli, mana yang palsu. Sebagian juga masih tidak paham bagaimana membekukan rekeningnya ketika terjadi kejanggalan.
Menurut Kisnu, rendahnya kesadaran itu menjadi peluang buat pelaku memuluskan niat bulus mereka.
"Ini menjadi variabel yang menyebabkan kejahatan itu terjadi," kata Kisnu Widagso kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa, 19 September 2017.
Advertisement