Pengalaman Segudang, 5 Pelatih Top Ini Malah Nganggur

De Boer sudah dipecat Crystal Palace lantaran dianggap tak bisa berikan hasil instan.

oleh Achmad Yani Yustiawan diperbarui 25 Sep 2017, 20:00 WIB
Pelatih Crystal Palace, Frank de Boer (kanan) memberikan instruksi kepada pemainnya saat melawan Liverpool pada lanjutan Premier League di Anfield, Liverpool, (19/8/2017). Liverpool menang 1-0. (AFP/Oli Scarff)

Liputan6.com, Jakarta Kejam, begitu kata yang pantas untuk menggambarkan sepak bola saat ini. Bahkan, ada lima pelatih top yang justru menganggur karena jadi korban kekejaman tersebut.

Dewasa ini, sepak bola telah berubah menjadi sesuatu yang instan. Uang berbicara banyak, dan andai tak bisa memenuhi ekspetasi dalam waktu yang instan, siap-siap akan terdepak.

Lihat saja Frank de Boer bersama Crystal Palace. Cuma jalani empat laga di Liga Inggris, sang pelatih asal Belanda itu sudah dipecat dari kursinya lantaran dianggap tak bisa berikan hasil instan.

De Boer padahal sangat berpengalaman. Dia pernah juara di Belanda, dan juga kenyam pengalaman berharga di Italia.

Nah selain De Boer, ada lima pelatih lainnya yang punya nama besar tapi malah menganggur. Siapa saja? Berikut nama-namanya dikutip Sportskeeda:

Saksikan video pilihan lainnya di bawah ini:


Walter Mazzarri

Walter Mazzarri (ANDREAS SOLARO / AFP)

Dari puncak malam Liga Champions bersama Napoli hingga waktu kelam di Watford. Semua itu dijalani oleh Walter Mazzarri.

Sebelum pindah ke Inter Milan pada musim panas 2013, Mazzarri telah membangun tim yang sangat bagus di Napoli yang merupakan langganan Liga Champions.

Kepindahannya ke Inter dipandang sebagai langkah menurun oleh banyak orang karena Nerazzurri memiliki enam manajer dalam tiga tahun sebelumnya sebelum mendaratkan Mazzarri.

Tidak mengherankan, dia gagal mengatasi tekanan untuk membangkitkan raksasa itu yang sudah lama tertidur. Dia kemudian dipecat setelah hanya 58 pertandingan yang bertanggung jawab.

Dia kembali ke karier kepelatihannya, kali ini menyebrang ke klub Liga Inggris, Watford. Namun dia tidak disediakan dana yang diperlukan untuk mendapatkan pemain yang bisa mewujudkan filosofinya.

Mazzarri bukanlah manajer yang buruk secara taktis. Jika diberi waktu, dia bisa membangun tim yang sangat bagus, seperti yang ditunjukkannya bersama Napoli.

Bersama Napoli, dia memenangkan Coppa Italia pada tahun 2012 dan menempati posisi kedua pada liga di belakang Juventus besutan Antonio Conte tahun 2013.


Thomas Schaaf

Manajer Werder Bremen, Klaus Allofs (kiri) dan pelatih tim, Thomas Schaaf jelang laga lanjutan Bundesliga melawan Eintracht Frankfurt, 16 Januari 2010. Eintrahct unggul 1-0. AFP PHOTO DDP / THOMAS LOHNES

Manajer Jerman, Thomas Schaaf mungkin bukan nama yang terkenal di Eropa. Namun jika Anda bertanya kepada penggemar Werder Bremen, Schaff digambarkan bak pahlawan di sana.

Schaaf adalah seorang tokoh legendaris di Weserstadion dan memenangkan Bundesliga pada tahun 2004. Ia pun berhasil meraih trofi DFB Pokal tiga kali di sana.

Schaff juga merupakan sosok penting di balik lahirnya beberapa nama terkenak, seperti Naldo, Mesut Ozil dan Marko Marin.

Namun bangkitnya klub seperti Borussia Dortmund, Wolfsburg dan Bayern Muenchen mebuatnya kian mendapat tekanan.Pada tahun 2013, Schaaf meninggalkan jabatannya di Bremen.

Tapi dia masih dihormati sebagai seorang ahli taktik dan seseorang yang memberikan semuanya di klub tersebut setelah tinggal selama empat dekade terakhir, sebagai pemain dan pelatih.

Schaaf memiliki dua musim di Eintracht Frankfurt dan Hannover 96, tapi tidak bertahan lebih dari satu musim. Kalau boleh adil, di kedua klub tersebut, dia tidak memiliki sumber daya yang diperlukan untuk menerapkan ideologinya.


Paulo Sousa

REUTERS/Max Rossi

Setelah sukses dalam kariernya sebagai pemain, Paulo Sousa berkelana menjadi pelatih bersama tim Inggris QPR.

Swansea adalah tempat di mana dia meninggalkan sebuah tanda sebagai pelatih saat klub tersebut memainkan sepak bola yang menarik.

Meskipun tugasnya di Liberty singkat, dia memperbaiki rekor Roberto Martinez di klub.

Setelah gagal di Leicester City, Sousa pindah ke Hungaria dan kemudian Israel untuk mengelola klub Videoton dan Maccabi Tel Aviv.

Bagi seorang manajer muda, itu mungkin langkah yang tepat karena memungkinkan dia berkembang.

Sebuah langkah ke FC Basel pada tahun 2014 membawa Sousa meraih dua gelar domestik dalam dua musim. Gelar di Israel dan Swiss mungkin tidak terdengar menarik, tapi taktik Sousa bersama Basel di Liga Champions patut diacungi jempol.

Dia kemudian pindah ke Fiorentiona. Di sana, dia menerapkan sebuah gaya yang sangat mirip dengan tim Antonio Conte.

Namun, pada musim keduanya, timnya hanya bisa menyelesaikan kedelapan meski memetik 60 poin.

Meski kempemipinannya sampai pada akhir yang pahit karena para penggemarnya menginginkannya pergi, dia menunjukkan kemampuan taktis yang cukup besar di Serie A. Namun, saat ini dia masih menganggur.


Thomas Tuchel

Pelatih Borussia Dortmund Thomas Tuchel mengungkapkan ketergantungan timnya pada striker Pierre-Emerick Aubameyang. (PATRIK STOLLARZ / AFP)

Setelah musim yang sangat sukses di Mainz 05, Thomas Tuchel disebut-sebut sebagai pengganti jangka panjang Jurgen Klopp yang meninggalkan Westfalenstadion untuk Liverpool. Klopp dan Tuchel memiliki beberapa kesamaan soal filosofi dan taktik.

Tuchel akhirnya berhasil mengalahkan Klopp saat masih tangani Mainz dan melakukannya dengan cukup baik. Hal yang sama diharapkan saat dia pindah ke Ruhr untuk mengambil alih jabatan manajerial di BVB. Namun, nyatanya dia memiliki masa yang pahit di klub.

Setelah kehilangan beberapa pemain bintang untuk menyaingi Bayern dan tim papan atas lainnya di Eropa, Tuchel diberi skuat muda dan tidak berpengalaman hingga akhirnya gagal persembahkan gelar liga dalam dua musim di sana.

Dia sebenarnya berhasil memenangkan DFB Pokal dengan mengalahkan Eintracht Frankfurt tapi itu tidak cukup karena akhirnya dipecat beberapa hari setelah menang.Tuchel adalah seorang pelatih yang sangat vokal dan dilaporkan dipecat karena kritikannya itu. Setelah itu dan sampai saat ini dia masih menganggur.


Luis Enrique

Pelatih Barcelona, Luis Enrique, tampak gembira meraih gelar Copa Del Rey usai mengalahkan Alaves pada laga final di Stadion Vicente Calderon, Madrid, Sabtu (27/5/2017). Barcelona menang 3-1 atas Alaves. (AP/Francisco Seco)

Setelah mencewakan bersama AS Roma, Luis Enrique pulang ke Spanyol untuk tangani Celta Vigo. Tim bersamanya memiliki permainan cemerlang berhasil finis di posisi kesembilan liga dengan sumber daya terbatas.

Pasukan Enrique di Celta bermain sepak bola yang indah dengan sulap dan daya magisnya. Hal itulah yang membuat dia ditunjuk sebagai pelatih Barcelona. Apa yang terjadi berikutnya adalah sukses yang tak terukur, dan membuat fans Barca melupakan Pep Guardiola.

Di bawah Enrique, Barcelona memenangkan treble pada tahun 2015. Mereka juga berhasil merebut gelar liga selama dua tahun berturut-turut dan merupakan pemegang Copa Del Rey sejak tahun 2015.

Meskipun kepergiannya dari klub dirayakan oleh beberapa penggemar Barcelona, dia tetap menjadi pelatih berjasa untuk klub Catalunya tersebut. (I. Eka Setiawan)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya