Liputan6.com, Jakarta PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) bersama Bank Indonesia (BI) melakukan kajian terkait pemanfaatan dana endapan pada uang elektronik atau e-money. Sebab, dana endapan uang elektronik masih bersifat dana kewajiban segera atau bukan dana pihak ketiga (DPK).
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, karena bukan DPK, maka dana tersebut tak bisa dialokasikan untuk penyaluran kredit.
"Itu yang lagi kita didiskusikan sama BI, karena itu belum dimasukkan dana pihak ketiga, itu masuk kewajiban segera," kata dia di Jakarta, Senin (25/9/2017).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengungkapkan, dana endapan uang elektronik tak terlalu banyak jumlahnya. Namun, sebaran uang elektronik Bank Mandiri cukup besar, yakni mencapai 9,6 juta kartu. Kartu tersebut menguasai 53 persen transaksi.
Menurut dia, DPK bisa menjadi salah satu sumber pendapatan Bank Mandiri. "Dan kalau diperbolehkan sebagai DPK merupakan salah satu balancing dari revenue resources kita," sambung dia.
Meski demikian, dia mengatakan, konsep uang elektronik ini di luar konsep perbankan normal yang biasanya berbasis tabungan, kartu debit, dan sebagainya.
"Memang ini konsep di luar perbankan. Karena konsep pembayaran di luar perbankan normal, perbankan normal basisnya tabungan, kemudian kartu debit, nah ini e-money di luar konsep ini," tandas dia.
Aturan Biaya Isi Ulang Uang Elektronik Mulai Berlaku 20 Oktober
Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan peraturan Gerbang Pembayaran Nasional/National Payment Gateway (GPN) pada 20 September 2017, yang salah satunya mengatur biaya isi ulang uang elektronik antar bank dan pihak ketiga sebesar Rp 1.500. Skema harga ini mulai efektif berlaku 20 Oktober 2017.
GPN tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur No.19/10/PADG/2017 tanggal 20 September 2017. PADG GPN merupakan aturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.19/8/PBI/2017 tentang GPN.
Beberapa hal yang diatur dalam aturan tersebut, antara lain mengenai prosedur penetapan kelembagaan GPN, mekanisme kerja sama, branding nasional, dan skema harga.
Dalam kebijakan skema harga, BI ingin memastikan berjalannya interkoneksi dan interoperabilitas dalam ekosistem GPN, sebagai berikut:
a. Skema harga kartu debit, dengan tarif yang dikenakan kepada pedagang oleh bank (Merchant Discount Rate – MDR) sebesar 1 persen, dengan pemberian MDR khusus untuk transaksi tertentu, termasuk MDR 0 persen untuk transaksi terkait pemerintah.
b. Skema harga uang elektronik untuk transaksi pembelian dengan rincian sebagai berikut:
1) Terminal Usage Fee (biaya yang diberikan penerbit kartu kepada penyedia infrastruktur atas penggunaan terminal): 0,35 persen
2) Sharing infrastruktur (biaya investasi sebagai pengganti atas biaya infrastruktur yang telah dikeluarkan): sesuai dengan kesepakatan antar penerbit
3) Merchant Discount Rate (tarif yang dikenakan kepada pedagang oleh bank) akan ditetapkan tersendiri oleh BI
c. Kemudian, BI juga mengatur skema harga uang elektronik untuk transaksi isi ulang atau top up. Berikut rinciannya:
1) Top Up On Us, yaitu pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu, untuk nilai sampai dengan Rp 200 ribu, tidak dikenakan biaya. Sementara untuk nilai di atas Rp 200 ribu dapat dikenakan biaya maksimal Rp 750
2) Top Up Off Us, yaitu pengisian ulang yang dilakukan melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda/mitra/pihak ketiga, dapat dikenakan biaya maksimal sebesar Rp 1.500.
"Kebijakan skema harga ini mulai berlaku efektif 1 bulan setelah PADG GPN diterbitkan, kecuali untuk biaya Top Up On Us yang akan diberlakukan setelah penyempurnaan ketentuan uang elektronik," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman.
Itu artinya, biaya isi ulang uang elektronik dari bank yang berbeda maupun pihak ketiga, seperti minimarket maksimal sebesar Rp 1.500 atau Top Up Off Us mulai berlaku efektif per 20 Oktober 2017.
Agusman mengungkapkan, BI menetapkan batas atas biaya isi ulang uang elektronik sebesar Rp 1.500 guna melindungi konsumen. Sebab pada praktiknya, ada bank dan pihak ketiga yang memungut biaya transaksi isi ulang hingga Rp 6.500.
"Praktiknya selama ini biayanya bisa sampai Rp 6.500. Ini yang kami rapikan agar konsumen lebih terlindungi. Jadi dengan biaya maksimal Rp 1.500, kalau mitra berkenan tanpa bayar (gratis) juga boleh, karena yang diatur batas atasnya," pungkasnya kepada Liputan6.com. (Fik/Zul)
Advertisement