Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau Pemilu.
Advertisement
Permohonan uji tersebut diajukan Partai Idaman, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Effendi Ghazali, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Indonesia, dan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA).
Sidang yang dibuka Ketua MK Arief Hidayat dihadiri perwakilan dari pemerintah, yakni Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. perwakilan dari anggota DPR tidak hadir.
"Agenda sidang hari ini mendengar dari pihak pemerintah dan DPR, namun DPR tidak dapat hadir saat ini, karena ada rapat yang tidak dapat ditinggalkan," ucap Arief di kantor MK, Jakarta Pusat, Senin 25 September 2017.
Terdapat beberapa pasal yakni seperti Pasal 173 ayat 1, ayat 2 huruf e dan ayat 3 yang mengatur mengenai syarat partai politik (parpol) yang ditetapkan sebagai peserta pemilu.
Syarat yang dipermasalahkan yaitu mengenai diperbolehkannya peserta pemilu 2014 tanpa melakukan verifikasi saat mengikuti pemilu 2019.
Parpol tersebut hanya diwajibkan untuk mendaftarkan secara langsung ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) saja.
Saksikan vidio pilihan di bawah ini:
Perlakukan Tak Adil
Tjahjo menyatakan hal tersebut mengakibatkan adanya perlakuan yang tidak adil terhadap parpol peserta pemilu.
"Itu merupakan perlakuan yang tidak adil, namun itu lebih kepada efektifitas, efisiensi dan peningkatan mutu penyelenggaraan pemilu," kata dia.
Selanjutnya yaitu Pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas pemilihan calon presiden atau presidential threshold. Dalam hal ini pasangan calon presiden ataupun wakil presiden harus memenuhi syarat bahwa parpol pengusung harus memperoleh minimal 20 persen dari jumlah kursi di DPR di pemilu sebelumnya.
"Pemilihan presiden 10 tahun lalu juga menggunakan standar yang sama, Pilkada 2015 dan 2016 yang terdiri dari 268 dawrah juga menggunakan hak yang sama 20 persen diusung parpol," jelas Tjahjo.
Advertisement