Liputan6.com, New York Harga minyak melonjak dengan harga patokan minyak Brent mencapai level tertinggi dalam lebih dari dua tahun. Kenaikan permintaan dan kekhawatiran geopolitik mendorong kenaikan harga minyak, bersamaan dengan indikasi bahwa pemotongan produksi oleh anggota OPEC mulai memberikan hasil.
Melansir laman BBC, Selasa (26/9/2017), harga minyak Brent naik 3,8 persen menjadi US$ 59,02 per barel, posisi tertinggi sejak Juli 2015. Sementara harga minyak patokan West Texas AS naik 3 persen ke posisi US$ 52,22 per barel.
Advertisement
"Pemangkasan produksi mulai bekerja dan rebalance sedang berlangsung," kata Gene McGillian dari Tradition Energy.
Harga minyak telah mengalami penurunan hampir selama tiga tahun. Namun kepala divisi perdagangan minyak BP di Asia, Janet Kong, mengatakan bahwa pasar kini sudah mencapai titiknya.
Selain meningkatnya permintaan, terutama dari China, ancaman Turki yang mengganggu arus minyak dari wilayah Kurdistan Irak, membantu menaikkan harga minyak.
Turki mengatakan jika pihaknya dapat memotong pipa yang membawa minyak dari Irak utara ke pasar global, memberi tekanan lebih besar pada wilayah otonomi Kurdi selama referendum kemerdekaannya.
"Jika permintaan boikot ini terbukti berhasil, 500.000 barel minyak mentah per hari akan sampai ke pasar," kata analis di Commerzbank dalam sebuah catatan penelitian.
Sementara itu, OPEC, Rusia dan beberapa produsen lainnya telah memangkas produksi sekitar 1,8 juta barel per hari (bpd) sejak awal 2017, membantu mengangkat harga minyak sekitar 15 persen dalam tiga bulan terakhir.
Pada pertemuan OPEC di hari Jumat, beberapa negara mengatakan bahwa hambatan produksi memiliki dampak yang diinginkan pasar dan harga.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: