Tanggung Selisih Harga BBM, Bos Pertamina Tanya Nasib Perusahaan

Hingga kini Pertamina menjual Premium dan Solar ‎bersubsidi ke masyarakat dengan harga jauh lebih rendah, dibanding harga beli di pasar.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 26 Sep 2017, 16:27 WIB
Mesin pengisian ulang bahan bakar minyak di salah satu SPBU, Jakarta, Selasa (15/3). (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengaku mendapatkan pertanyaan dari Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik, terkait harga bahan bakar minyak (BBM).
 
Melalui pesan pendek aplikasi WhatsApp (WA), Elia mempertanyakan nasib Pertamina yang harus menanggung selisih harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bersubsidi.
 
 
Perusahaan hingga kini tak diperbolehkan menaikkan harga BBM, sementara harga minyak dunia terus naik. "Pak Massa tadi pagi WA. Pak harga minyak sudah naik terus. Kalau premium di-gap oleh pemerintah nanti Pertamina bagaimana," kata Jonan, saat membuka pekan pertambangan dan energi 2017, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (26/9/2017).
 
Untuk diketahui, hingga kini Pertamina menjual Premium dan Solar ‎bersubsidi ke masyarakat dengan harga jauh lebih rendah, dibanding harga beli di pasar. Ini menimbulkan selisih harga yang harus ditanggung Pertamina.
 
‎Jonan melanjutkan dengan berkelakar, Pertamina akan tetap menjadi Pertamina. Bahkan, dia menyampaikan langsung gurauan Elia Massa Manik yang hadir dalam acara tersebut. "Jadi kadang-kadang Pak Massa juga, ini yang Dirut siapa kok tanya saya," ujar Jonan.
 
Tonton Video Pilihan Berikut Ini:
 

Pertamina Menomboki Rp 12 Triliun

Seperti diketahui, Pertamina menanggung selisih harga BBM sebesar Rp 12 triliun pada semester I 2017. Hal ini akibat belum disesuaikannya harga BBM subsidi dan Premium, meski di tengah kenaikan harga minyak dunia.

Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengatakan, akibat tidak disesuaikannya harga BBM dengan harga minyak saat ini, Pertamina harus menomboki selisih antara harga pembelian di pasar dan harga jual ke masyarakat.

"Seharusnya kita selalu kan harus memasukkan ke formula harga. Nah, itu selisihnya itu Rp 12 triliun," kata Elia.

Direktur Pemasaran Pertamina M Iskandar mengungkapkan, kondisi harga acuan BBM masih stabil, meski harga yang ditetapkan sampai saat ini ‎masih mengacu pada harga minyak di kisaran US$ 37 per barel sampai US$ 40 per barel. Sedangkan harga minyak saat ini berada di level US$ 37 per barel sampai US$ 40 per barel.

‎"Sekarang stabil tapi harga crude kan sekarang di posisi US$ 55 sampai US$ 57. Nah, penetapan harga terakhir dulukan di posisi US$ 37 sampai US$ 40," jelas Iskandar.

‎Menurut Elia, meski menanggung beban, Pertamina hanya mengikuti keten‎tuan pemerintah dalam penetapan harga BBM. Pasalnya, Pertamina merupakan perusahaan negara yang dimiliki pemerintah.

"Tetap Pertamina punya siapa? (pemerintah). Ya sudah berarti kan kalau ada itu kan kontrol pemerintah‎," tutup Elia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya