Liputan6.com, Jakarta Politikus PDIP Masinton Pasaribu mengusulkan kewenangan KPK dalam menyadap target operasi dibatasi. Dia menilai, ada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam praktik penyadapan yang selama ini dilakukan KPK.
"SOP (penyadapan) harus dibatalkan dan prosedur KPK melakukan penyadapan harus ikuti standar undang-undang yang mengatur teknis penyadapan," kata Masinton dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) KPK dengan Komisi III, di Gedung DPR, Selasa (26/9/2017).
Advertisement
Mantan Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK ini mengatakan, KPK tetap harus memiliki kewenangan menyadap, karena dalam Undang-Undang KPK sendiri termaktub hak lembaga antirasuah tersebut untuk menyadap.
"Bukan tidak berwenang (menyadap), tapi tetap ada dan menggunakan standar undang-undang yang ada," kata dia.
Masinton mencontohkan beberapa lembaga penegak hukum lainnya yang menggunakan kewenangan penyadapan dengan mengikuti mekanisme perundangan, seperti di BNN dan Polri.
"Di negara manapun setiap lembaga yang diberikan kewenangan menyadap itu diatur, tidak cukup dengan SOP," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Penyalahgunaan Penyadapan
Sementara itu, Ketua Pansus Angket Agun Gunandjar mengatakan, penyadapan sebagaimana telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (Putusan MK No. 5/PUU-VIII/2010) dan UU N0. 19 Tahun 2016, mengatur penyadapan harus diatur dalam peraturan tersendiri.
"Namun seringkali diduga kewenangan penyadapan ini malah disalahgunakan untuk kepentingan tersendiri, yakni untuk proses penjebakan, penggiringan opini publik, sampai menjadi alat bukti di persidangan," kata Agun di Gedung DPR, Selasa (26/9/2017).
Pansus juga menyebut KPK menyadap targetnya tanpa batasan waktu. "Kapan penyadapan dimulai dan kapan penyadapan tersebut berakhir," kata Agun.
Karena tidak adanya payung hukum yang mengatur penyadapan tersebut, Agun menyebut KPK melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Hal ini menunjukkan betapa KPK nyata-nyata melanggar hak asasi manusia," kata Agun.
Advertisement