Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Tiongkok akhirnya total memblokir WhatsApp, setelah sebelumnya hanya mengeblok aktivitas berkirim file di aplikasi pesan instan itu.
Tiongkok meningkatkan kapasitas firewall-nya untuk mendeteksi dan memblokir protokol NoiseSocket, yang dipakai untuk berkirim pesan teks di WhatsApp. Sebelumnya, pemblokiran dilakukan pada HTTPS/TLS yang dipakai layanan itu berkirim file foto atau video.
Baca Juga
Advertisement
Keputusan ini menambah daftar panjang layanan digital yang diblokir di negara tersebut. Seperti diketahui, Tiongkok memblokir Facebook sejak 2009, begitu pula dengan Instagram--yang juga dimiliki oleh perusahaan yang didirikan oleh Mark Zuckerberg tersebut.
Alasan Tiongkok memblokir WhatsApp, salah satunya adalah ingin memperketat penyensoran dalam rangka mempersiapkan kongres Partai Komunis yang akan dihelat pada 18 Oktober 2017 di Beijing. Demikian seperti dikutip dari laman Telegraph.
Sistem enkripsi WhatsApp sepertinya membuat otoritas Tiongkok 'gerah' karena banyak aktivis di sana menggunakan WhatsApp. Enkripsi end-to-end WhatsApp dinilai membuat pemerintah Tiongkok tak bisa memantau aktivitas (pesan teks, kirim dokumen, foto atau video) yang bergulir di WhatsApp.
Pesan enkripsi bisa dijadikan wadah propaganda bagi kalangan politikus tertentu untuk melawan pemerintah. Melalui pemblokiran ini pemerintah Tiongkok berharap tidak ada wadah rahasia (seperti WhatsApp) lagi di kalangan masyarakat.
Teknologi yang dipakai Tiongkok untuk memantau dan membatasi dunia maya adalah "Great Firewall". Sistem keamanan ini adalah bagian dari Golden Shield Project (Proyek Perlindungan Emas) atau juga disebut National Public Security Work Informational Project.
Sistem keamanan itu akan memblokir situs asing, aplikasi, media sosial, VPN, email, dan bahkan pesan instan yang dianggap kurang pantas dan mengancam pemerintah. Mulai dari pornografi, kekerasan hingga isu politik yang sensitif.
Tiongkok memang tengah memperketat pemantauan aktivitas online pada tahun ini, juga memberlakukan peraturan baru yang mewajibkan perusahaan teknologi menyimpan data pengguna di dalam negeri serta memberlakukan pembatasan terhadap konten.
Regulator cyberspace Tiongkok sempat mendenda perusahaan teknologi Baidu dan Tencent karena mengizinkan publikasi konten-konten terlarang, seperti pornografi, kekerasan, dan lainnya pada platform media sosial mereka.
Sementara situs web seperti Facebook, Twitter, Pinterest dan sejumlah media asing telah diblokir selama bertahun-tahun.
Di samping itu, pemblokiran terhadap WhatsApp juga disebut untuk mendorong pertumbuhan aplikasi pesan instan lokal, WeChat. Untuk diketahui, aplikasi milik Tencent itu telah mengantongi sekitar 963 juta pengguna aktif.
Langkah Aktivis Tersandung?
Saat Tiongkok memblokir WhatsApp secara penuh, banyak pengguna merasa terganggu, terutama para aktivis.
"Ketika mendekati kongres partai, saya pikir pihak berwenang akan menggunakan lebih banyak tindakan penyensoran yang ekstrem. Masyarakat tahu WeChat tidak aman," kata seorang aktivis terkemuka yang berbasis di Beijing, Hu Jia kepada AFP.
"Saya dan 'pembangkang' lainnya menggunakan WhatsApp untuk berkomunikasi. Selama WhatsApp benar-benar tidak dapat diakses, kami sama sekali tidak bisa berkomunikasi," sambung Hu.
Awal bulan ini WeChat menginformasikan kepada penggunanya dalam sebuah kebijakan privasi baru bahwa mereka akan menyimpan, melestarikan, atau mengungkapkan data-data pengguna untuk mematuhi undang-undang atau peraturan yang berlaku.
Pengguna lain di Tiongkok mengaku pemblokiran WhatsApp akan menyulitkan mereka berkomunikasi dengan klien di luar negeri.
"Facebook, Twitter, Gmail, dan Viber diblokir, sekarang giliran WhatsApp. Ini akan mengurangi efisiensi industri perdagangan luar negeri," tulis salah satu pengguna di Weibo, situs jejaring sosial mirip Twitter di Tiongkok.
"Saya bisa hidup tanpa yang lain (Facebook, Twitter, Gmail, dan Viber), tapi tidak ada WhatsApp membuat saya gila," kata pengguna lain. Hingga saat ini WhatsApp belum berkomentar.
Untuk bisa beroperasi di Tiongkok, beberapa perusahaan teknologi asing harus mematuhi peraturan setempat. Salah satu perusahaan teknologi yang menyerah adalah Google, memilih untuk menarik diri sepenuhnya dari daratan Tiongkok pada 2010.
Advertisement
Daftar Negara yang Blokir WhatsApp
Selain Tiongkok, beberapa negara juga sempat memblokir WhatsApp. Organisasi nirlaba Freedom House melaporkan, WhatsApp menjadi aplikasi chatting yang paling banyak diblokir. Aplikasi itu setidaknya sudah diblokir di 12 negara.
Beberapa negara yang diketahui pernah dan masih melakukan pemblokiran terhadap aplikasi ini adalah Brasil, Bangladesh, Iran, Arab Saudi, Turki, dan Pakistan.
Akan tetapi, pemblokiran tak sepenuhnya dilakukan pada seluruh layanan. Beberapa negara dilaporkan hanya menutup sementara atau sekadar memblokir layanan tertentu yang ada di WhatsApp.
Adapun alasan pemblokiran di tiap negara berbeda-beda. Brasil misalnya, melakukan pemblokiran karena WhatsApp dianggap gagal menyediakan informasi yang berkaitan dengan percakapan terduga pengedar narkoba.
Akibatnya, pengguna aplikasi itu sempat tak dapat menikmati layanan selama 12 jam. Sementara di beberapa negara, seperti Iran, fitur keamanan enkrispsi pada WhatsApp menjadi alasan kuat aplikasi itu diblokir.
Kemudian Arab Saudi memblokir layanan voice call pada WhatsApp dengan alasan untuk meningkatkan pendapatan ekonomi negara lewat tiga operator seluler besar Arab Saudi, yakni Saudi Telecom Co, Etihad Etisalat, dan Zain Saudi.
Ketiga operator tersebut meraup keuntungan luar biasa dari layanan telepon internasional yang dilakukan oleh jutaan ekspatriat yang tinggal di negara tersebut.
Tak Cuma WhatsApp
Sebelumnya Tiongkok juga menutup semua akses aplikasi-aplikasi populer demi melindungi negaranya. Juga sebagai langkah antisipasi untuk melawan terorisme dan radikalisme.
Kebijakan pemblokiran aplikasi ini pun diakui oleh pemerintah Tiongkok. Aplikasi layanan pesan instan dan media sosial dianggap "menganggu" ranah digital Tiongkok. Mereka bahkan telah memblokir Facebook sejak 2009. Sebagai gantinya, pengguna internet di sana memakai media sosial Weibo.
Google juga harus pasrah karena produk besutannya diblokir tanpa ampun oleh Tiongkok pada 2010. Mulai dari mesin pencarian Google, Gmail, YouTube hingga Google Play.
Pun demikian, Android berkembang cukup pesat di Tiongkok. Namun, banyak pabrikan di sana tidak mengikutsertakan Play Store di perangkat mereka dan memilih mengembangkan toko aplikasi sendiri. Tiongkok juga menciptakan mesin pencari sendiri, Baidu, yang menjadi pilihan utama pengguna internet di Negeri Tirai Bambu tersebut.
Kemudian, akses Instagram juga diputus. Duduk perkara pemblokiran Instagram di Tiongkok bermula saat isu kekisruhan yang sedang berlangsung di Hong Kong, terkait demonstrasi pro-demokrasi pada 2014.
Kala itu, banyak demonstran di Hong Kong mengunggah foto dan video yang menampilkan aksi polisi kala tengah berusaha menghalau terjangan massa. Termasuk di antaranya foto dan video polisi Hong Kong yang menembakkan gas air mata pada demonstran.
Alasan Twitter diblokir di Tiongkok juga sama dengan Instagram, yakni menjadi medias sosial yang digunakan untuk unjuk rasa pro-demokrasi yang terjadi di Hong Kong.
Adapun sebagian besar aktivitas media sosial terkait unjuk rasa pro-demokrasi Hong Kong ditandai dengan tagar #occupycentral, yang sempat menjadi trending topic pada 2014.
Snapchat, aplikasi media sosial yang populer di kalangan milenial juga kena blokir. Larangan ini sepertinya juga untuk melindungi pasar lokal dari ancaman perusahaan teknologi asing. Begitu pula dengan Pinterest yang diblokir mulai tahun ini.
Advertisement