Gajah Bitha Bukittinggi Diduga Mati karena Asam Urat

Tim dokter hewan mengambil tindakan nekropsi atau pembedahan untuk mengetahui penyebab pasti kematian gajah Sumatera tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Sep 2017, 05:01 WIB
Gajah mati saat mengangkut penumpang. (The Phnom Penh Post)

Liputan6.com, Bukittinggi - Seekor gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) koleksi Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar), mati karena menderita sakit pada Selasa sore, 26 September 2017.

Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, Resor Bukittinggi, AA Jusmar, mengatakan bahwa gajah berjenis kelamin betina tersebut terindikasi menderita sakit asam urat dan reumatik. Dua penyakit itu diduga menjadi penyebab kematian gajah tersebut.

Gajah yang mati itu bernama Bita dan umurnya lebih kurang 28 tahun. Dalam tiga bulan terakhir, menurut Jsumar, Gajah Bita sudah menderita sakit dan selalu dalam pengawasan serta perawatan petugas satwa dan tim dokter taman margasatwa.

Kondisi Bita diketahui menurun sejak lima hari terakhir dan setelah dirawat oleh tim medis satwa tersebut tidak dapat terselamatkan. "Tadi sore sekitar pukul 16.30 WIB saat akan dilakukan pengobatan lagi dari tim medis, tiba-tiba Bita jatuh dan tidak sadar lalu langsung mati," ucap Jusmar, Selasa, 26 September 2017, dilansir Antara.

Ia menyebutkan, hingga Selasa malam, tim dokter hewan Taman Margasatwa Bukittinggi mengambil tindakan nekropsi atau pembedahan untuk mengetahui penyebab pasti kematian gajah yang sudah berumur 28 tahun tersebut.

"Setelah Bita mati, koleksi gajah Sumatera di TMSBK saat ini tinggal satu ekor jantan bernama Zidan," ujarnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 


NTT Minta Fosil Gajah Dikembalikan

Gajah mungkin menjadi hewan mamalia terbesar yang ada di darat.

Terkait soal gajah, Pemerintah Nusa Tenggara Timur berupaya mendapatkan kembali fosil gajah (matamenge) asal Kabupaten Ngada di Pulau Flores. Saat ini fosil tersebut di sebuah lembaga di Bandung.

"Kami sudah mengirim surat ke Bandung dan meminta agar fosil gajah itu dikembalikan ke NTT untuk disimpan di Museum Daerah NTT di Kupang," kata Kepala Dinas Kebudayaan NTT Sinun Petrus Manuk, dilansir Antara.

Fosil Matamenge merupakan salah satu peninggalan sejarah provinsi berbasis kepulauan ini. Fosil gajah Flores itu ditemukan melalui proses penggalian di Matamenge, SoA, Kabupaten Ngada dengan ukuran lebih kecil dari gajah Jawa di Ujung Kulon.

"Sudah dibuat rekonstruksi dan replikanya. Kerangka yang berhasil digali di Kabupaten Ngada itu dibawah ke Bandung untuk kepentingan penelitian namun sampai sekarang belum juga dikembalikan ke NTT," kata Manuk.

Ia menambahkan apabila ada yang ingin melakukan penelitian tentang perjalanan sejarah Gajah Flores, sebaiknya dilakukan di NTT saja.

"Fosil Gajah itu harus menghuni rumah museum di NTT sehingga masyarakat daerah ini mengetahui secara jelas tentang perjalan sejarah Gajah berada di Pulau Flores," kata Manuk.

"Mau meneliti gajah Flores silahkan datang ke NTT. Jangan datang ke Bandung. Rakyat NTT memiliki kebanggan terhadap perjalanan sejarah gajah Flores itu," kata Sinun Petrus Manuk.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya