Liputan6.com, Bangkok - Mahkamah Agung Thailand menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada mantan perdana menterinya, Yingluck Shinawatra. Ia dinyatakan bersalah atas kelalaiannya dalam skema subsidi beras.
Dikutip dari Sydney Morning Herald, Rabu (27/9/2017), sembilan hakim masih menyampaikan putusan tersebut saat kabar itu bocor ke media Thailand.
Hingga saat ini, Yingluck masih ada di tempat persembunyiannya. Ia dilaporkan kabur beberapa jam setelah tak hadir pada sidang putusan pengadilan Agustus lalu.
Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, mengatakan bahwa ia tahu di mana tempat persembunyian Yingluck. Namun, ia menolak mengungkap di mana Yingluck berada.
Baca Juga
Advertisement
"Saya memiliki mata-mata sendiri. Saya memiliki informasi tapi tak bisa membocorkannya," ujar Prayuth.
Yingluck yang sebelumnya aktif di media sosial, tak memberikan komentar sejak kabur dari Thailand.
Reuters melaporkan, ia saat ini tinggal di Dubai dengan kakaknya yang juga mantan PM Thailand, Thaksin Shinawatra. Pria kelahiran 26 Juli 1949 itu, lengser dari jabatannya akibat kudeta pada 2006.
Prayuth meminta warga Thailand untuk tetap tenang dalam menghadapi sanksi yang diberikan kepada Yingluck. Hukuman tersebut, dinilai telah menjatuhkan popularitas keluarga Shinawatra yang telah memenangkan lima kali pemilihan umum dan menjadi kekuatan dominan di Thailand.
Dalam persidangan terbaru, hanya terdapat 75 pendukung Yingluck Shinawatra yang hadir. Hal itu kontras dengan ribuan pendukung yang datang dalam sidang pengadilan pada Agustus lalu.
Baik Yingluck dan Thaksin, mengklaim bahwa mereka ada korban perburuan oleh militer, keluarga kerajaan, kelas menengah, dan kaum elite.
Skandal Skema Subsidi Beras
Yingluck merupakan perdana menteri perempuan pertama Thailand yang menjabat pada 2011. Namun pada 2015, kasus skema subsidi beras membuat perempuan berparas cantik itu lengser dari jabatannya.
Skema subsidi beras itu adalah salah satu hal yang dikampanyekannya saat pemilihan PM Thailand berlangsung. Tak lama setelah terpilih menjadi PM, ia langsung mengimplementasikan program itu.
Dalam skema subsidi beras, pemerintahan Thailand yang saat itu dipimpin Yingluck Shinawatra mengeluarkan kebijakan untuk membeli beras petani lokal dua kali lebih tinggi dari harga pasar. Namun, kebijakan itu ternyata jadi bumerang.
Lawan politik Yingluck menuduh skema ini tak berjalan sesuai rencana. Beras yang dibeli ternyata susah dijual kembali dan menyebabkan Thailand sulit mengekspor beras.
Akibatnya, Negeri Gajah Putih mengalami kerugian hingga US$ 8 miliar pada saat itu.
Meski populer dengan basis pemilih di pedesaan, para penentang mengatakan bahwa skema tersebut terlalu mahal dan rentan korupsi.
Namun, Yingluck mengaku tak bertanggung jawab atas pelaksanaan skema sehari-hari. Ia bersikeras bahwa dirinya adalah korban politik.
Advertisement