Bawa Oleh-oleh Lebih dari Rp 3,3 Juta, Begini Hitung Pajaknya

Kementerian Keuangan menegaskan akan memungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor apabila penumpang membawa barang belanjaan dari luar.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 28 Sep 2017, 08:30 WIB
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menegaskan akan memungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) apabila penumpang membawa barang belanjaan dari luar negeri dengan nilai lebih dari US$ 250 per orang atau US$ 1.000 per keluarga.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188 Tahun 2010 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman.

Dalam aturan itu tertulis, barang pribadi penumpang dari luar negeri alias impor dengan nilai US$ 250 atau sekitar sekitar Rp 3,3 juta per orang atau US$ 1.000 per keluarga atau sekitar Rp 13,3 juta, maka bebas dari bea masuk dan PDRI (PPh Impor dan PPN impor).

"Tapi jika melebihi batas nilai pabean US$ 250 atau US$ 1.000, maka selisihnya dijadikan sebagai dasar untuk perhitungan bea masuk dan pajak dalam rangka impor," kata Kepala Seksi Humas DJBC, Devid Yohannis Muhammad saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (28/9/2017).

Devid mencontohkan, satu orang penumpang membeli barang di luar negeri seharga US$ 600. Maka dasar pengenaan bea masuk dan pajak dalam negeri, US$ 600 dikurangi US$ 250, ada selisih US$ 350.

Selanjutnya US$ 350 dikalikan kurs rupiah misalnya Rp 13.000, hasilnya sebesar Rp 4,55 juta. Dari hasil tersebut dikalikan dengan tarif bea masuk yang sesuai dengan jenis barang yang dibeli. Tarifnya mulai dari nol persen sampai dengan 30 persen.

"Lalu dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor 10 persen dan jangan lupa diperlihatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) supaya mendapatkan potongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas impor," ujar Devid.

Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Kementerian Keuangan, Nasruddin Djoko Surjono menjelaskan hal senada. Jika penumpang membawa barang impor masuk ke Indonesia sebesar US$ 300 misalnya, dikurangi dengan batas maksimal bebas bea masuk US$ 250, maka hasilnya US$ 50.

"Nilai US$ 50 ini dikalikan bea masuk misalnya 5 persen. Kemudian hasilnya ditambah nilai pabean (US$ 50) dikalikan PPN impor 10 persen. Selanjutnya, nilai pabean dikalikan PPh 7,5 persen kalau bisa menunjukkan NPWP. Tapi kalau tidak ada NPWP dikenakan 15 persen," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Bea Cukai Tolak Usul Bebas Bea Barang Bawaan Senilai US$ 2.500

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) menolak usulan kenaikan pembebasan bea masuk atas barang bawaan penumpang dari luar negeri ke Indonesia sebesar US$ 2.500 per orang (Rp 33,3 juta) atau US$ 10.000 per keluarga (Rp 133 juta).

Usulan itu naik 10 kali lipat dari peraturan yang berlaku saat ini US$ 250 per orang (Rp 3,3 juta) atau Rp 1.000 per keluarga (Rp 13,3 juta).

Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Kementerian Keuangan, Nasruddin Djoko Surjono mengungkapkan, ketentuan batas maksimal pembebasan bea masuk US$ 250 per orang atau US$ 1.000 per keluarga atas barang impor yang dibawa penumpang masuk ke Indonesia sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/PMK.04/2010.

"Ini aturan sudah lama sejak 2010, bukan aturan baru. Kemudian tiba-tiba mendadak viral lagi karena media sosial. Tapi sekarang kami gencar sosialisasi dan melakukan penegakan hukum," tegas Djoko di acara Diskusi Kongkow Bisnis PASFM di Hotel Ibis, Jakarta, Rabu (27/9/2017).

Djoko menjelaskan, batas maksimum bebas bea masuk yang saat ini berlaku di Indonesia sebesar US$ 250 masih dalam rentang rekomendasi International Chamber of Commerce (ICC) sebesar US$ 200 sampai US$ 1.000 per orang.

Dia menuturkan, Amerika Serikat (AS) sebagai negara liberal pun menetapkan batas maksimum barang bawaan penumpang yang bebas bea masuk sebesar US$ 800. Angka ini naik dari sebelumnya yang sebesar US$ 500.

"Kita masih dalam range ICC, dan AS saja yang negara liberal cuma US$ 800. Jadi kalau kita tetapkan US$ 2.000 besar sekali, ini sama saja kita memberikan fasilitas kepada pelancong supaya tidak bayar pajak. Nilai itu setara impor se-kontainer lho, kan kita harus menegakkan keadilan," Djoko menjelaskan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya