KPK Incar Banggar DPR dalam Kasus E-KTP?

Pengusutan keterlibatan pihak lain ini dilakukan seiring penyidikan terhadap tiga orang tersangka.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 28 Sep 2017, 10:15 WIB
Tampilan depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru di Jl Gembira, Guntur, Jakarta, Selasa (13/10/2015). Gedung tersebut dibangun di atas tanah seluas delapan hektar dengan nilai kontrak 195 miliar rupiah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus megakorupsi proyek e-KTP. Setelah menetapkan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardja sebagai tersangka, KPK masih terus mengincar pihak yang terlibat dalam kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.

"Prinsip dasarnya pihak-pihak yang melakukan korupsi bersama-sama yang diduga menikmati aliran dana tentu akan kita dalami secara terus-menerus," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Rabu, 27 September 2017.

Dia menuturkan pengusutan keterlibatan pihak lain ini dilakukan seiring penyidikan terhadap tiga orang tersangka. Selain Anang, KPK masih menyidik kasus e-KTP dengan tersangka Ketua DPR Setya Novanto dan politikus Golkar Markus Nari.

"Kemungkinan pi‎hak-pihak lain yang juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tentu ada. Tapi kita fokus dulu terhadap enam orang ini untuk diproses lebih lanjut. Karena ada tiga yang di penyidikan nantinya. Proses penyidikan ini akan kita maksimalkan sampai ke penuntutan," ujar Febri.

Terkait penyidikan ketiga tersangka ini, Febri memastikan KPK akan memanggil sejumlah saksi. Termasuk para pimpinan Banggar DPR RI saat itu, yaitu Melcias Markus Mekeng, untuk membuktikan tindak pidana korupsi yang dilakukan Anang, Setya Novanto, dan Markus Nari.

"Kalau pemanggilan saksi-saksi akan kita lakukan lagi.‎ Namun, tidak semua kita panggil lagi. Hanya yang relevan dan terkait untuk pembuktian perbuatan-perbuatan," ujar dia.

Dalam dakwaan kasus tersebut, banyak nama-nama anggota DPR yang disebut menikmati uang haram e-KTP. Namun, nama-nama tersebut hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka adalah Melcias Markus Mekeng, yang menerima sejumlah US$ 1,4 juta, Olly Dondokambey sejumlah US$ 1,2 juta, Chaeruman Harahap sejumlah US$ 584 ribu dan Rp 26 miliar.

Kemudian Ganjar Pranowo diduga menerima sejumlah US$ 520 ribu, Agun Gunandjar Sudarsa, selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR RI sejumlah US$ 1,047 juta dan masih banyak yang lainnya.


Setnov Didesak Mundur

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang merupakan politikus senior Partai Golkar mendukung wacana mundurnya Setya Novanto dari kursi Ketua Umum Golkar.

Pria yang akrab disapa JK ini menuturkan, hal yang tepat jika Setya Novanto mundur dari posisi di Golkar saat ini. Sebab, kata dia, partai punya pengaruh besar terhadap apa yang dilihat oleh publik.

"Sepantasnya begitu. Karena ini kita tidak bicara pribadi atau kita tidak bicara hanya legalitas. Kita bicara image (citra). Partai itu tergantung image masyarakat," kata JK di kantornya, Jakarta, Selasa (26/9/2017).

Pernyataan JK ini muncul terkait hasil Rapat Pleno Harian DPP Partai Golkar, Senin, 26 September kemarin. Dalam rapat, muncul opsi agar Setnov mundur dan menunjuk pelaksana tugas (Plt) ketua umum.

Opsi agar Setnov mundur didasarkan pada alasan kajian elektabilitas Partai Golkar yang menurun.

"Kalau publik sudah menyatakan pimpinannya jelek, apalagi pimpinannya begitu, kan? Jadi memang keputusan itu, seharusnya demikian (mundur)," ucap JK.

Opsi agar Setya Novanto mundur tak terlepas dari kasus yang membelit Ketua DPR itu saat ini. KPK telah menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP.

Saksikan video di bawah ini:

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya