Kisah Letjen S Parman, Korban G30S yang Adik Tokoh PKI

Jenderal S Parman adalah satu dari enam jenderal yang tewas dalam Gerakan 30 September. Kakaknya bernama Ir Sakirman, petinggi PKI.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 29 Sep 2017, 06:41 WIB
Jenderal S Parman, salah seorang dari enam jenderal yang tewas saat gerakan 30 September. (Wikipedia)

Liputan6.com, Jakarta - Kontroversi Gerakan 30 September (G30S) masih terus ramai diperbincangkan. Dari perdebatan peristiwa itu, terselip cerita mengenai dua tokoh: Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman (S Parman) dan Ir Sakirman.

Dua sosok ini lahir dari rahim ibu yang sama. Namun, ideologi dan keyakinan membuat mereka berada dalam garis yang berbeda.

S Parman merupakan salah seorang Pahlawan Revolusi dalam G30S. Adapun sang kakak, Sakirman, merupakan anggota di Politbiro CC PKI, semacam dewan penasihat partai. 

Meski seorang seorang insinyur sipil, dia pernah menyandang pangkat letnan kolonel pada awal kemerdekaan.

Soe Hok Gie dalam Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan menulis, Sakirman bersama DN Aidit, Lukman, dan Sidik Kertapati sempat bergabung dalam Barisan Pelopor Istimewa, semacam pengawal pribadi Bung Karno pada masa pendudukan Jepang.

Sementara, S Parman merupakan tentara yang brilian dalam bidang intelijen. Berpangkat terakhir sebagai Mayor Jenderal, Parman sempat mengenyam pendidikan di Koninklijke Militaire Academie di Breda, Belanda.

Di masa mudanya, pria kelahiran Wonosobo, 4 Agustus 1918 itu juga terlibat dalam Agresi Militer II. Kala itu, Parman ikut bergerilya di luar kota. Di masa pendudukan Jepang, dia juga pernah ditempatkan sebagai penerjemah pemerintah Jepang untuk bahasa Inggris. 

Meski membantu Jepang, rasa nasionalisme Parman tetap tinggi. Dia disebut terus berhubungan dengan teman-temannya yang berjuang melalui gerakan bawah tanah.

Parman dan Sakirman menjadi seteru politik yang nyata. Satu TNI, satu PKI. Fakta ini membuat seorang indonesianis asal Amerika Serikat, Benedict Anderson, yang sempat bertemu Parman, menjadi heran.

"Si kakak adalah anggota Politbiro PKI, sementara adiknya Kepala Intelijen Angkatan Darat. Sulit membayangkan hal ini terjadi di Barat," ujar Ben Anderson dalam memoarnya Hidup di Luar Tempurung. Jabatan resmi Parman adalah Asisten I/Intelijen Menpangad.

Ketika bertemu di Jakarta, Parman sempat mengira Ben sebagai agen CIA. “Karena ia sesumbar punya mata-mata hebat dalam tubuh PKI sehingga, dalam hitungan jam, ia bisa tahu keputusan-keputusan Politbiro,” kenang Ben.


Dua Sisi Ir Sakirman dan Jenderal S Parman

Sebagai salah satu elite di PKI, Sakirman berjuang keras dan berupaya meyakinkan Presiden Sukarno agar segera dibentuk Angkatan kelima yang terdiri dari kaum Buruh dan Tani yang dipersenjatai.

Berbeda dengan adiknya S Parman. Saat isu mengenai pembentukan Angkatan Kelima mencuat, Parman justru menjadi salah satu yang terdepan menolak. Sebagai seorang petinggi di intelijen Angkatan Darat, Parman menganggap keberadaan Angkatan Kelima malah memicu perang saudara.

Pada 1 Oktober 1965 malam, melalui sebuah operasi senyap, enam Jenderal senior, termasuk S Parman dan beberapa orang lainnya diculik pasukan Tjakrabirawa, pasukan pengawal presiden, yang loyal kepada PKI .

Di Lubang Buaya, Parman mengembuskan napas terakhir. Jasadnya ditemukan 4 Oktober 1965 dan dimakamkan pada keesokan harinya di TMP Kalibata.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya