Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menegaskan ada pihak yang sengaja membocorkan surat Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati terkait potensi gagal bayar utang PT PLN (Persero) untuk dua menteri. PLN diakui memiliki neraca keuangan yang sehat meski ada penurunan pendapatan.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Abdullah Hidayat mengatakan, surat tersebut rutin dikirimkan setiap tahun dari Menkeu untuk lebih meningkatkan kinerja BUMN, termasuk PLN. Namun tahun ini apesnya bocor dan tersiar ke publik.
"Itu surat perhatian, warning tiap tahun selalu ada. Tapi ini ada yang iseng nge-blast," ujar Erwin saat ditemui di Hotel Shangrila, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Baca Juga
Advertisement
Pemerintah melalui Kementerian BUMN, Erwin mengakui bakal membahas persoalan potensi gagal bayar yang menjadi perhatian Sri Mulyani kepada PLN, besok (29/9/2017). "Kita bahas mengenai PLN ini besok," ucap dia.
Sementara itu, Direktur Bisnis Maluku dan Papua PLN, Ahmad Rofiq mengklaim neraca keuangan PLN terbilang sehat meskipun terjadi penurunan pendapatan sekitar Rp 5 triliun dari pendapatan tahunan Rp 300 triliun.
"PLN tidak pernah gagal bayar, dan ke depannya pun tidak akan gagal bayar. Ada penurunan pendapatan Rp 5 triliun dari Rp 300 triliun, tapi keuangan PLN sehat sekali. Kalau mau pun, PLN bisa pinjam sampai Rp 2.000 triliun, artinya kami punya kemampuan meminjam tinggi," jelas dia.
Ahmad mengatakan, kinerja perusahaan dalam dua atau tiga tahun terakhir (2015-2017) membukukan kenaikan. Jika di lini bisnis ada kekurangan pendapatan, maka ada optimalisasi pendapatan di lini lain. "Pendapatan tetap tumbuh, walaupun kurang Rp 5 triliun, tapi kan tidak rugi," tegas dia.
Dia menganggap, surat Menkeu yang mengingatkan Menteri BUMN dan Menteri ESDM atas kinerja PLN khususnya potensi gagal bayar utang merupakan bentuk perhatian dari Menkeu agar PLN meningkatkan kinerjanya.
"Surat itu perhatian, sangat positif buat PLN agar meningkatkan kinerjanya. Karena kinerja PLN untuk negeri, jadi ada pihak yang memonitor kinerja PLN," kata Ahmad.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sri Mulyani Ingatkan 2 Menteri
Menteri Keuangan Sri Mulyani melayangkan surat ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Surat tersebut berisi kekhawatiran tentang kegagalan PT PLN (Persero) membayar utang yang berisiko pada keuangan negara.
Seperti yang dikutip dari surat Menteri Keuangan bernomor S-781/MK.08/2017, soal Perkembangan Risiko Keuangan Negara atas Penugasan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Rabu (28/9/2017), Sri Mulyani menyampaikan lima poin penting yang harus diperhatikan Menteri Rini dan Menteri Jonan.
Pertama mengenai kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus mengalami penurunan, seiring dengan semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi.
Hal ini menyebabkan dalam tiga tahun terakhir Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaan walver pada lender PLN, sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman, untuk menghindari cross default atas pinjaman PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.
Kedua, terbatasnya internal fund PLN untuk melakukan investasi, dalam melaksanakan penugasan pemerintah berdampak pada ketergantungan PLN dari pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun pinjaman dari lembaga keuangan Internasional.
Ketiga, berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.
Sementara itu, pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target, adanya kewajiban pemerintah untuk meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.
Keempat, Sri Mulyani mengungkapkan, dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari TTL yang dibayarkan oleh pelangan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan adanya regulasi yang mendorong penurunan harga biaya produksi listrik.
"Selain itu, kami mengharapkan saudara dapat mendorong PLN untk melakukan efisiensi biaya operasi, terutama energi primer guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang," lanjut Sri Mulyani dalam poin keempat surat tersebut.
Kelima, terkait dengan penugasan program 35 GW, Sri Mulyani berpendapat perlu dilakukan penyesuaian terkait target investasi PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PLN dalam memenuhi pendanaan investasi cashflow operasi, tingginya outlook debt maturity profile, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Hal ini diperlukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan sumber risiko fiskal pemerintah," tutur Sri Mulyani.
Advertisement