Liputan6.com, Bandung - Suara celo dan piano memecah keheningan di ruangan gelap. Seorang kakek tua berambut putih berpakaian lusuh memasuki ruangan dengan lilin menyala. Tak lama, datang nenek tua yang lalu menemani si kakek berbincang.
Umur kakek tua sudah 200 tahun. Mereka berbincang tentang suara-suara yang mengatakan sebuah janji akan datangnya kereta kencana yang ditarik oleh sepuluh kuda satu warna.
Sebagai sepasang manusia yang menjalani rumah tangga cukup lama, keduanya justru tak memiliki anak. Berbagai cara dilakukan guna mengisi kekosongan hidup keduanya. Namun kembali ke kenyataan, itu semua adalah sandiwara.
Sampai akhirnya kereta kencana itu benar-benar tiba. Pasangan tua itu pun dijemput oleh kereta. Tak lama, lampu padam diikuti tepuk tangan penonton yang hadir memenuhi ruangan teater.
Adegan itu merupakan pementasan Kereta Kencana yang dimainkan Studiklub Teater Bandung (STB) di Gedung Rumentangsiang, Bandung, Rabu malam, 27 September 2017. Lakon itu disutradarai I Gusti Nyoman Arya Sanjaya, dramaturgi Sis Triadji serta pemain Deden Syarif dan Sugiyati SA.
Baca Juga
Advertisement
Pentas Kereta Kencana merupakan karya WS. Rendra, adaptasi dari naskah 'Les Chaises' (1951) karya Eugene Ionesco. Pertunjukan teater itu berisi komedi tragis tentang pasangan tua yang merindukan kematian di sebuah pulau terpencil.
"Isinya adalah peringatan yang intinya menceritakan berapapun panjang usia kita, tetap harus mengisinya dengan sesuatu yang baik dan berguna sehingga kita bisa mengahrapkan kereta itu datang," ujar sang sutradara.
Arya berujar, pentas Kereta Kencana yang disutradarainya adalah yang kedua kalinya dipentaskan. Pertama kali dipentaskan pada 2013. Lalu, apakah yang berbeda dari yang ditampilkan?
"Secara konsep tidak ada berbeda, dari segi penyutradaraan juga enggak berbeda. Hanya aktor prianya saja yang berbeda," kata dia.
Arya lebih lanjut mengatakan, pentas Kereta Kencana kali ini merupakan rangkaian dari festival Seni Bandung #1 yang mengangkat tema udara air dan tanah.
"Tema festival dengan naskah Kereta Kencana sangat relevan. Ini kan tentang kehancuran dunia. Apalagi naskah ini sudah ada beberapa abad dan di luar negeri naskah ini masih dimainkan," imbuhnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Teater Modern Tertua di Indonesia
Sebagai teater modern tertua di Indonesia yang masih aktif berproduksi, STB banyak memengaruhi kesenian di Bandung khususnya seni peran. STB juga yang turut membidani pendirian Jurusan Teater di Sekolah Tingg Seni Indonesia (STSI) Bandung (sekarang berubah menjadi Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung).
Sedangkan, sutradara Arya Sanjaya, bergabung dengan STB sejak 1988. Dia mulai menjadi sutradara sejak 2004. Sepanjang berkarya di STB, Arya menuturkan banyak hal yang dia dapat.
"Bagi saya, STB rumah bagi jiwa saya. Ke manapun saya ikut main di sana-sini, saya ke STB berasa pulang kampung. Di STB ini, rasa kekeluargaannya selalu terjaga," kata Arya.
Lahirnya STB tidak lepas dari peran aktor Suyatna Anirun. Selama puluhan tahun, dia membesarkan kelompok teater ini dengan sejumlah naskah teater dalam dan luar negeri yang dipentaskan.
Kelompok teater yang didirikan pada 1958 ini diprakarsai oleh tujuh mahasiswa Jurusan Seni Rupa ITB. Selain Suyatna ada nama Jim Lim, Sutardjo A. Wiramihardja, Adrian Kahar, Tin Srikartini, Thio Tjong Gie dan Soeharmono Tjitrosuwarno. Suyatna meninggal 4 Januari 2012 di Bandung.
Sepeninggal Suyatna, STB tetap eksis di tangan generasi penerus termasuk istri almarhum, yakni Sugiyati, yang memainkan peran sebagai nenek tua di Kereta Kencana.
Advertisement