Per Januari 2018, Seluruh Perusahaan Korut di China Harus Tutup

Tiongkok menunjukkan komitmennya untuk mematuhi resolusi DK PBB dengan mempersempit ruang gerak ekonomi Korea Utara.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 29 Sep 2017, 08:15 WIB
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un merayakan uji coba peluncuran rudal balistik Hwasong-12 di lokasi yang tak diketahui pada foto yang dirilis Sabtu (16/9). Rudal Hwasong-12 Korut pada Jumat ditembakkan menerobos langit Hokkaido Jepang (KCNA/KNS via AP)

Liputan6.com, Beijing - China mengatakan bahwa seluruh perusahaan Korea Utara yang beroperasi di Negeri Tirai Bambu tersebut harus tutup. Batas waktu yang diberikan adalah hingga Januari 2018. Kebijakan ini merupakan bentuk dukungan atas sanksi PBB yang diterapkan pasca-uji coba nuklir keenam Pyongyang.

Dikutip dari News.com.au, Jumat (29/9/2017), Kementerian Perdagangan China mengumumkan pada Kamis waktu setempat bahwa perusahaan, termasuk yang berjenis usaha patungan dengan perusahaan Tiongkok, memiliki waktu 120 hari untuk tutup sejak resolusi PBB diadopsi pada 11 September 2017.

Pengumuman itu disampaikan beberapa hari setelah China menerapkan sanksi baru berupa pembatasan impor produk minyak sulingan ke Korut dan larangan ekspor tekstil dari negara tetangganya itu.

Agustus lalu, China juga melarang perusahaan dan individu Korut mendirikan perusahaan baru di wilayahnya.

Penerapan sanksi PBB oleh China diyakini akan sangat memukul Korut mengingat Beijing merupakan sekutu dan mitra dagang utama Pyongyang. Tiongkok "menggenggam" sekitar 90 persen angka perdagangan Korut.

Amerika Serikat belakangan memang semakin mendesak China untuk menggunakan pengaruh ekonominya demi menekan rezim Kim Jong-un agar melepas ambisi program nuklir dan rudalnya.

Akhir pekan ini, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson dijadwalkan akan melawat ke Tiongkok. Menurut Kementerian Luar Negeri, isu yang menjadi fokus kunjungannya adalah krisis nuklir Korut, perdagangan, dan rencana kedatangan Trump ke China pada November mendatang.

Selain bertandang ke China, kelak Trump juga akan menyambangi dua sekutu utama AS di Asia, yakni Jepang dan Korea Selatan.


Krisis Nuklir Korut

Selama ini, sikap AS terhadap China terkait dengan krisis nuklir Korut silih berganti. Terkadang memuji, tapi kerap pula mengkritik. Di satu sisi, Washington menyambut baik dukungan Beijing atas sanksi baru, namun menegaskan bahwa mereka harus berbuat lebih banyak untuk mengendalikan rezim Kim Jong-un.

China sendiri telah meminta, baik kepada Donald Trump maupun Kim Jong-un untuk berhati-hati dalam mengumbar retorika dan segera memulai pembicaraan damai.

"Kami menentang perang di Semenanjung Korea dan masyarakat internasional tidak akan membiarkan perang yang mendorong umat manusia ke jurang kesengsaraan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lu Kang.

"Sanksi dan kampanye pembicaraan damai, keduanya merupakan persyaratan Dewan Keamanan PBB. Kita tak seharusnya terlalu memaksakan satu aspek, tapi mengabaikan aspek lainnya," imbuhnya.

Sebagai negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Korut, China berkepentingan agar perang tidak pecah di Semenanjung Korea. Salah satu pemicunya adalah untuk menghindari banjir pengungsi ke wilayahnya dan penempatan tentara AS tepat di depan "pintunya".

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya