Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) memasang target indikatif penjualan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) atau ORI seri 014 sebesar Rp 20 triliun. Namun perkiraannya bakal di bawah target, yakni hanya Rp 13,4 triliun karena tingkat imbal hasil atau kupon 5,85 persen per tahun.
"Target awal kami Rp 20 triliun, tapi berdasarkan survei sementara agen penjual, mereka mampu menjual ORI 014 dengan kupon 5,85 persen sekitar Rp 13,4 triliun," kata Dirjen PPR, Robert Pakpahan usai Konferensi Pers ORI 014 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (29/9/2017).
Dia menduga, prediksi kemampuan 19 agen penjual ORI 014 lebih rendah dari target karena penurunan tingkat bunga akhir-akhir ini.
Baca Juga
Advertisement
Tren ke depan, Robert meramalkan, tingkat yield atau imbal hasil atas obligasi semakin menurun meskipun The Federal Reserve atau bank sentral Amerika Serikat (AS) bakal menaikkan suku bunga acuan.
"Melihat tren tingkat bunga di Indonesia bakal turun sampai akhir tahun, bahkan tahun mendatang. Walaupun ada kenaikan yield 2 hari terakhir ini karena penguatan dolar AS, tapi itu temporer. Tren ke depan akan turun," jelas dia.
Robert menuturkan, meskipun Fed Fund Rate naik, namun Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan karena pertimbangan perekonomian nasional yang kuat, defisit dan utang pemerintah cukup rendah, inflasi diperkirakan di bawah 4 persen di 2017.
"Kalau inflasi 3,7 persen-3,8 persen, tidak mungkin imbal hasilnya 6 persen. Sekarang trennya tingkat bunga rendah. Jadi 5,85 persen tidak rendah, dan saya pikir masih menarik investor lah," tutur dia.
Untuk menutup defisit yang diperkirakan 2,67 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sampai akhir 2017, kata Robert tidak hanya mengandalkan penerbitan ORI. Pemerintah melalui DJPPR masih berpeluang melelang Surat Berharga Negara (SBN) konvensional 4 kali dan berbasis syariah (SBSN) sebanyak 4 kali lelang.
"Jadi totalnya ada 8 kali lelang yang mudah-mudahan bisa men-switch (ORI) dan masih bisa mencukupi kebutuhan pembiayaan pemerintah karena sisa yang harus dicari Rp 120 triliun dari total penerbitan SBN bruto di 2017," kata dia.
Berkaca pada realisasi penjualan ORI seri 013 pada 2016, nilainya sedikit di bawah target awal Rp 20 triliun. Capaiannya hanya Rp 19,69 triliun. Realisasi penjualan itu dengan tingkat kupon 6,60 persen per tahun atau turun dibandingkan imbal hasil pada ORI 012 di 2015 yang dipatok 9 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Minimal Rp 5 Juta
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan telah menerbitkan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 014. Dengan pemesanan minimal Rp 5 juta, investor individu atau ritel bisa membeli surat utang ini dengan imbal hasil 5,85 persen dan keunggulan lain.
Direktur Jenderal PPR, Robert Pakpahan mengungkapkan, saat ini pemerintah membuka masa penawaran ORI seri 014 mulai 29 September sampai 19 Oktober 2017. Obligasi ini menawarkan kupon atau imbal hasil sebesar 5,85 persen dengan jatuh tempo tiga tahun.
"ORI 014 tenor tiga tahun dengan tingkat kupon 5,85 persen per tahun (tetap) dan dibayaran setiap bulan, setiap tanggal 15. Pembayaran kupon pertama pada 15 November 2017," kata Robert saat konferensi pers peluncuran ORI 014 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat 29 September 2017.
Lebih jauh Robert menambahkan, ada minimum holding period, yakni dua kali periode pembayaran kupon. Artinya dua kali pembayaran kupon belum bisa diperdagangkan, tapi setelah itu bisa diperdagangkan di pasar sekunder tergantung pada tingkat bunga. Sehingga ORI 014 berpotensi menjadi premium, dan si pemegang mendapatkan keuntungan (capital gain).
"Kalau nanti tren tingkat bunga turun saat diperdagangkan di pasar sekunder, maka kupon ORI 014 sebesar 5,85 persen bisa jadi premium karena lebih besar dibanding trennya. Dengan begitu, ada capital gain buat pemegang," ujarnya.
Robert mengatakan, tingkat imbal hasil yang ditawarkan ORI 014 sebesar 5,85 persen masih terbilang menarik di tengah tren penurunan suku bunga di negara lain. Dari datanya, penurunan imbal hasil surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder yang jatuh tempo 10 tahun mencapai 168,5 basis poin.
"Jadi ada tren penurunan suku bunga yang berimbas ke yield surat utang. Di Indonesia, inflasi 2017 diperkirakan di bawah 4 persen, dan suku bunga acuan turun, tapi kupon 5,85 persen masih menarik," jelasnya.
Advertisement