Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR) mengaku masih mencari kebutuhan pembiayaan sebesar Rp 121,7 triliun dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) bruto.
Pembiayaan tersebut untuk menutup defisit yang diperkirakan 2,67 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017.
Direktur Jenderal PPR Kemenkeu, Robert Pakpahan mengungkapkan, pemerintah memproyeksikan defisit fiskal di APBN-P 2017 sebesar 2,67 persen dari PDB. Angka tersebut lebih rendah dari perkiraan awal 2,92 persen dari PDB, tapi meningkat dari target APBN Induk 2017 sebesar 2,41 persen dari PDB.
Baca Juga
Advertisement
"Dengan outlook 2,67 persen dari PDB, target penerbitan SBN bruto di tahun ini sebesar Rp 712,9 triliun atau bertambah Rp 33 triliun dari APBN Induk 2017," katanya di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (29/9/2017).
Datanya menunjukkan, realisasi penerbitan SBN bruto sampai dengan 26 September 2017 mencapai 82,93 persen dari total target penerbitan surat utang Rp 712,9 triliun. Itu artinya, pemerintah sudah menarik utang sekitar Rp 591,2 triliun, sehingga masih ada kekurangan sekitar Rp 121,7 triliun.
"Sisa kebutuhan pembiayaan dari pemerintah masih sekitar Rp 120 triliunan penerbitan SBN bruto. Kami optimistis dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan di APBN," ujar Robert.
Pemerintah, diakui Robert, sedang menawarkan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 014 dengan target indikatif Rp 20 triliun. Namun, berdasarkan survei sementara 19 agen penjual, diperkirakan hanya mampu menjual Rp 13,4 triliun.
"Tapi kami juga masih ada sisa 8 kali lelang SBN, yakni 4 kali lelang SBN konvensional dan 4 kali lelang SBN berbasis syariah atau SBSN. Ini akan men-switch (kekurangan ORI). Dan 8 kali lelang SBN ini kami pikir masih cukup untuk penuhi defisit 2,67 persen dari PDB," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: