Liputan6.com, Karangasem - Sudah lebih satu minggu Gunung Agung berstatus awas sejak dinaikkan levelnya pada Jumat 22 September 2017 pukul 20.30 Wita. Padahal, misalnya, Gunung Kelud langsung erupsi dua jam setelah levelnya dinaikkan menjadi awas.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Gede Suantika menjelaskan, hingga kini aktivitas Gunung Agung dari sisi kegempaan masih tinggi. Menurutnya, ada perbedaan mendasar antara Gunung Agung dan Gunung Kelud.
Advertisement
"Gunung Kelud itu sistemnya terbuka. Dia sering meletus. Tahun 2007 dia meletus. Tahun 2014 dia meletus lagi. Dia tujuh tahunan meletus," kata Suantika di Pos Pengamatan Gunung Agung, Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Sabtu 30 September 2017.
Sementara Gunung Agung kali terakhir meletus pada 1963. Sudah 54 tahun Gunung Agung tertidur lelap. "Jadi dia sistemnya tertutup. Bodi Gunung Agung penuh. Pipa magmanya kuat sekali karena sudah membeku," tutur Suantika.
Hanya, hingga kini magma di perut Gunung Agung terus memanas dan mendesak ke permukaan. "Kita tidak tahu proses pemanasannya sampai kapan, tergantung gempanya. Kalau kegempaannya terus, dia terus mendesak ke atas," terang dia.
Suantika tak menampik proses pemanasan magma saat ini bisa saja membuat Gunung Agung tertidur lagi. "Kemungkinan tertidur lagi kalau dia energinya sudah habis, panasnya sudah habis, membeku. Tidak jadi meletus. Beberapa tahun kemudian prosesnya dari awal lagi, dipanaskan lagi. Apakah ada indikasi ke arah pembekuan? Belum, ini kan masih awal sekali," katanya.
"Untuk bisa membuat lubang menerobos lagi butuh tenaga banyak. Sekarang memang gempanya menurun sedikit. Nah, penurunan ini apa? Apakah ini titik kritis? Kalau titik kritis, tambah sedikit energi saja mendesak sudah jebol, erupsi," Suantika menambahkan.
Saksikan video pilihan di bawah ini: