Jurus Kemenkes Wujudkan Indonesia Bebas Kaki Gajah

Setiap bulan Oktober diadakan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA), setiap penduduk kabupaten/kota endemis Kaki Gajah serentak minum obat.

oleh Doddy Irawan diperbarui 02 Okt 2017, 16:45 WIB
Kaki Kian Membesar dan Lumpuh

Liputan6.com, Jakarta Hari ini, Senin (2/10/2017), akun Twitter Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tengah menyoroti problematika kaki gajah (filariasis). Penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria (microfilaria) ini bisa menular dengan perantaraan nyamuk sebagai vektor.

Penyakit kaki gajah bersifat menahun (kronis). Jika tidak mendapat pengobatan, akan menimbulkan cacat menetap atau seumur hidup, yaitu berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin. Filariasis tidak mengenal gender, baik laki-laki maupun perempuan bisa terserang penyakit ini.

Kaki gajah juga tidak memilih batasan umur. Dari anak kecil sampai manula bisa mengalaminya. Cara pencegahannya, yaitu harus memeriksakan kondisi kesehatan Anda dengan mengunjungi puskesmas atau rumah sakit terdekat.

Pemberian obat filariasis wajib diminum untuk semua orang dengan usia 2-70 tahun dan sekali setahun,” demikian kicauan akun Twitter resmi @KemenkesRI.

Filariasis juga berdampak pada psikologis penderita dan keluarganya. Penderita tidak dapat bekerja secara optimal. Hidupnya bergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat, dan negara.

 

 

Simak juga video menarik berikut:

 

 

 


Pengumpulan data penelitian filariasis

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) tengah melakukan pengumpulan data untuk penelitian filariasis. Salah satu lokasi yang dipilih, yaitu Kabupaten Aceh Jaya. Sekretaris Badan Litbangkes, Ria Soekarno, SKM., MCN melakukan supervisi terkait penelitian ini pada 22 September 2017. Ia mengumpulkan sampel dari monyet, anjing, sampai kucing.

“Ketertarikan saya terhadap monyet, karena saya tadi jalan menuju ke tempat ini banyak menemui monyet," ujar Ria, seperti dilansir dari website resmi Kemenkes, Sehat Negeriku, Senin (2/10/2017).

Ria tidak sendirian, ia turut didampingi Kepala Bagian Tata Usaha, Pusat Litbang Upaya Kesehatan Masyarakat, dr Lidwina Sallim, M.Si. Ia juga ditemani Yulidar, S.Si, M.Si, peneliti dari Loka Litbang Biomedis Aceh, sebagai penanggung jawab teknis.

“Kita sudah mendapat 68 sampel reservoir. Sampel darah dari kera 17 ekor, selebihnya kucing, sekitar 51 ekor. Total target yang harus diperoleh 100 ekor untuk semua hewan, monyet, kucing dan anjing. Lokasi penangkapan harus di daerah endemis," papar Yulidar.

Di lokasi pertama, Yulidar mengatakan meneliti lima kasus dan sudah diserahkan ke Dinas Kesehatan untuk diberi pengobatan.

 


Oktober, bulan eliminasi kaki gajah

Dalam melakukan pencegahan serta untuk mengeliminasi kaki gajah, setiap bulan Oktober diadakan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (Belkaga) oleh Dinas Kesehatan. Setiap penduduk kabupaten/kota endemis kaki gajah serentak minum obat.

Terdapat empat kabupaten/kota baru yang akan melakukan POPM guna memutus rantai penularan filariasis,” ungkap Kemenkes melalui akun Twitter @KemenkesRI.

Sebanyak 146 Kabupaten/Kota akan melaksanakan POPM pada tahun 2017, setelah sebelumnya kabupaten/kota tersebut juga sudah melakukan.”

Belkaga sendiri telah dicanangkan 1 Oktober 2015 di Cibinong, Jawa Barat serta menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam pelaksanaannya diperlukan dukungan kementerian dan lembaga terkait. Badan Litbang membantu melakukan evaluasi serta pemetaan daerah yang terkena penyakit kaki gajah untuk memudahkan program dalam merencanakan pencegahan serta eliminasi yang tepat sasaran.

Pemerintah optimistis mewujudkan Indonesia bebas Kaki Gajah tahun 2020 dengan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) guna memutus rantai penularan,” harap Kementerian Kesehatan Republik Indonesia via Twitter.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya