Bagaimana NU Memilih Pemimpin?

Dalam bahasa Arab, kata 'rois' berarti ketua. Namun, bagi NU, antara kata 'rois' dan 'ketua' punya fungsi dan peran berbeda.

oleh Musthofa Aldo diperbarui 03 Okt 2017, 07:00 WIB
Wakil Ketua Tanfidziyah PC NU Bangkalan, Jatim, KH Makki Nasir

Liputan6.com, Bangkalan Nahdlatul Ulama atau NU cabang Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, akan menggelar konferensi, pada 11 Oktober mendatang. Konferensi digelar untuk memilih pengurus baru, termasuk ketua.

Rencananya, konferensi akan digelar di Pondok Pesantren Syaikhona Mohammad Kholil di Kelurahan Demangan. Sebelum acara puncak, ada dua kegiatan lain, yaitu Bahsul Masail dan seminar NU, yang masing-masing digelar pada 9 dan 10 Oktober mendatang.

Bagaimana sebenarnya NU sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia memilih seorang pemimpin? Wakil Ketua Tanfidziyah NU Bangkalan, KH Makki Nasir, mengatakan bahwa dalam memilih pemimpin lebih mengedepannya musyawarah mufakat ketimbang voting atau pemungutan suara. Jalan voting baru diambil jika terjadi deadlock atau kebuntuan.

Struktur organisasi NU, kata Makki, terdiri dari tiga bagian. Pertama disebut Dewan Mustasyar, di organisasi lain mustasyar disebut dewan pengawas. Kedua disebut Syuriah, bagian ini bertugas membuat atau merumuskan kebijakan.

Ketiga disebut Tanfidziyah, gampangnya Tanfidziyah adalah pelaksana kebijakan yang dibuat Dewan Syuriah. "Kalau di Tanfidziyah pimpinan disebut ketua, kalau di Syuriah pimpinan pakai bahasa Arab, yaitu 'rois' yang artinya juga ketua. Di situ perbedaannya," kata dia, Senin, 2 Oktober 2017.

Dalam konferensi, Makki melanjutkan, yang pertama kali dipilih oleh peserta konferensi adalah tim AHWA singkatan dari Ahlul Halli Wal Ahdi. Biasanya, tim AHWA diisi oleh ulama dan kiai sepuh yang jadi panutan kiai lainnya. "Tim AHWA terdiri dari tujuh kiai sepuh," ujarnya.

Setelah dibentuk, tugas tim AHWA selanjutnya adalah bermusyawarah menentukan siapa yang jadi pimpinan Dewan Syuriah. Setelah Rois Syuriah terpilih, dialah yang kemudian memandu pemilih Ketua Tanfidziyah. "Kalau di PBNU, Kiai Makruf itu Rois Syuriah dan Said Aqil itu Ketua Tanfidziyah," tutur Makki.

Setelah Rois Syuriah dan Ketua Tanfidziyah terpilih, tugas selanjutnya adalah mereka membentuk caretaker (pemimpin sementara) untuk menentukan kelengkapan pengurus, baik Syuriah, Tanfidziyah, dan Dewan Mustasyar. "Jadi jelas, kebijakan di NU siapa yang buat dan siapa pelaksananya itu berbeda," Makki memungkasi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya