Liputan6.com, Tokyo - Bursa Asia turun tipis pada pembukaan perdagangan hari ini, tertekan melemahnya harga minyak namun masih didukung penguatan Wall Street, terdorong optimisme data ekonomi yang mengangkat imbal hasil obligasi AS dan dolar.
Melansir Reuters, Selasa (3/10/2017), indeks MSCI saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun 0,1 persen pada awal perdagangan. Sementara indeks saham Nikkei Jepang bertambah 0,3 persen, terdorong penguatan yen.
Baca Juga
Advertisement
Adapun saham Australia tergelincir 0,4 persen menjelang keputusan kebijakan Reserve Bank of Australia (RBA). Meskipun tidak ada langkah moneter yang diharapkan, investor akan memantau, apakah bank sentral menerapkan kebijakan yang lebih hawkish.
Sebelumnya, Wall Street ditutup menguat, dengan ketiga indeks utama menyentuh rekor tertinggi seiring data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang memberi sinyal penguatan.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 152,51 poin atau 0,68 persen menjadi 22.557,6. Sementara indeks S&P 500 menguat 9,76 poin atau 0,39 persen menjadi 2.529,12 dan komposit Nasdaq bertambah 20,76 poin atau 0,32 persen menjadi 6,516.72. Ketiganya ditutup mencapai rekor.
Pasar dipengaruhi data ekonomi yang menguat. Di mana ukuran aktivitas manufaktur AS melonjak mendekati level tertingg dalam 13,5 tahun di September.
Pasar Asia antara lain dipengaruhi harga minyak. Harga komoditas ini turun lebih dari US$ 1 per barel terpicu kenaikan pengeboran di Amerika Serikat (AS) dan output minyak OPEC yang lebih tinggi, membuat laju harga yang sempat mencapai kenaikan kuartalan terbesar ketiga dalam 13 tahun terhenti.
Harga minyak mentah AS ditutup turun US$ 1,09 atau 2,1 persen menjadi $ 50,58. Harga patokan minyak AS membukukan kenaikan kuartalan terkuatnya sejak kuartal kedua 2016.
Sementara harga minyak mentah brent, patokan global, turun 67 sen atau 1,2 persen menjadi US$ 56,12 per barel. Perusahaan membukukan kenaikan kuartalan ketiga sekitar 20 persen, kenaikan terbesar untuk kuartal tersebut sejak 2004, dan diperdagangkan setinggi $ 59,49 pada pekan lalu.
Sementara Dolar berdiri tegak, terangkat kenaikan imbal hasil obligasin 10 tahunan. Imbal hasil mencapai level tertingginya sejak pertengahan Juli setelah data ekonomi memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunganya kembali pada bulan Desember untuk ketiga kalinya tahun ini.
"Ada penguatan ekspektasi tentang apa yang Fed akan lakukan untuk keseimbangan tahun ini, yaitu kenaikan satu tingkat lagi dan pengurangan neraca," kata Bill Northey, Kepala Investasi US Bank Private Client Group di Helena, Montana.
Dia mengatakan adapun akibat dampak badai yang baru-baru ini terjadi membuat pihaknya menilai akan ada beberapa data anomali selama beberapa bulan ke depan.
"Namun saat Anda melangkah mundur dan mengambil konteks yang lebih luas seputar tren yang ada saat ini, jelas AS ekonomi berkinerja sangat baik, dan akan terus berjalan dengan baik, " dia menambahkan,
Indeks dolar, yang mengukur mata uangnya terhadap sekeranjang enam mata uang pesaingnya, bertambah 0,1 persen menjadi 93,650. Ini menyentuh level tertinggi sejak akhir Agustus.
Adapun Euro stabil di posisi US$ 1,1731, namun masih menghadapi tekanan dari krisis konstitusional terbesar Spanyol dalam beberapa dasawarsa, setelah referendum kemerdekaan yang digagalkan di Catalonia membuka pintu bagi wilayah terkayanya untuk memisahkan diri.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: