Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyatakan, Indonesia perlu meningkatkan ekspor produk jadi dan jasa. Hal ini agar utang luar negeri lebih sehat dan terjaga dengan semakin banyaknya devisa yang dicetak dari kegiatan ekspor tersebut.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, saat ini utang luar negeri dari pemerintah dan swasta sekitar 35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Meski terhitung aman, namun jika dibandingkan ekspor Indonesia, utang luar negeri ini jauh lebih tinggi.
Baca Juga
Advertisement
"Utang pemerintah dan swasta sekitar 35 persen dari PDB Indonesia masih level yang sangat aman. Tapi kalau kita lihat utang dibandingkan dengan beberapa penerimaan ekspor goods dan jasa, kita ini masih kecil export goods dan servicesnya dibanding negara tetangga kita," ujar dia di Rakornas Kadin 2017, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Menurut dia, jika dibandingkan penerimaan ekspor, utang luar negeri Indonesia mencapai 127 persen. Sedangkan negara lain, seperti Filipina hanya sekitar 65 persen.
"Jadi kalau kita utang luar negeri dibanding export goods dan services itu sekitar 172 persen. Sedangkan tetangga kita Filipina hanya 65 persen. Jadi dia ekspornya banyak. utang boleh, tapi untuk utang luar negeri, kita harus punya devisa yang kuat," kata dia.
Dan untuk meningkatkan ekspor, lanjut Mirza, Indonesia perlu lebih banyak menarik investasi ke dalam negeri, khususnya industri yang berorientasi ekspor.
"Indonesia butuh investasi, tapi kita butuh yang ekspor oriented. Karena apa? Karena kita perlu punya cadangan devisa yang kuat. Karena perbankan domestik kita cuma 35 persen dari PDB Indonesia. Dibandingkan negara lain seperti Singapura, Malaysia itu perbankannya lebih dari 70 persen PDB," tandas dia.