Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengharapkan pemerintah bisa memberikan insetif untuk pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). Hal ini untuk mendukung keterjangkauan harga listrik.
Wakil Ketua Umum Bidang EBT Kadin Indonesia Halim Kalla mengatakan, jika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menginginkan harga listrik 2 sen dolar AS per kilo Watt hour (kWh) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Uni Emirat Arab (UEA), maka pemerintah harus meninjau kebijakan yang ada.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Halim, harga listrik dari PLTS di UEA bisa jauh lebih murah, karena pemerintahnya memberikan insentif yang membuat investasi jauh lebih efisien. Insentif tersebut berupa bunga bank yang rendah, lahan yang sudah dibebaskan, serta pembebasan pengenaan pajak.
"Itu tidak apple to apple, karena di Dubai di Arab bunga nol, insentif khsusus, lahan gratis, transmisi sudah tersedia, dan skala besar sehingga efektif," kata Halim, dalam Rakornas Kadin Indonesia, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Untuk menciptakan harga listrik dari pembangkit EBT terjangkau, pemerintah juga perlu memberikan insentif ke pengusaha. Kemudahan yang diharapkan adalah bunga pinjaman rendah 5 persen, pengenaan pajak rendah dan lahan sudah tersedia.
"Insentif pajak dan lahan itu penting, finansial juga penting. Kalau tanpa bunga rendah 5 persen itu tidak jalan," tutur Halim.
Pengusaha berminat untuk berinvestasi dalam pengembangan EBT. Hal ini untuk mendukung capaian target porsi EBT dalam bauran energi sebesar 23 persen pada 2025.
"Minat membangun EBT sangat besar, dari asing menawarkan teknologi dan keuangan, apalagi 23 persen EBT 2025 harus terlaksana, apakah akan terwujud?" tutup Halim.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: