Liputan6.com, Surabaya - Setelah dinyatakan kalah dalam kasus sengketa kepemilikan sekolah dasar tempat bersekolah mantan Wakil Presiden Try Sutrisno di SDN Ketabang I Surabaya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berencana mengajukan banding.
Menurut Risma, hakim tidak mempertimbangkan saksi-saksi yang telah dihadirkan oleh Pemkot Surabaya, tetapi hanya mempertimbangkan saksi dari pihak tergugat.
"Alasan utama pemkot bisa kalah saya tidak tahu, namun penjelasan yang tadi saya sampaikan itu berdasarkan informasi dari pengacara saya," tutur Risma, Senin, 2 Oktober 2017.
Dia mengatakan pihaknya akan terus bertahan dan berjuang sampai kapan pun untuk mempertahankan aset pemkot berupa SDN Ketabang I. "Karena secara de facto dan de jure kita punya. Kita juga meminta bantuan dari Kajari untuk menelusuri dari aspek pidana," katanya.
Baca Juga
Advertisement
Risma menjelaskan, selama persidangan kasus aset SDN Ketabang I, pemkot menghadirkan saksi yang memiliki kedekatan dengan sekolah tersebut. Para saksi itu meliputi para alumni, petugas kebersihan, hingga anak petugas kebersihan.
Pihak pemkot juga ingin mempertahankan SDN Ketabang karena sekolah tersebut termasuk sekolah negeri tertua di Surabaya, yang sudah menelurkan tokoh-tokoh hebat. "Ada mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, Menteri Pendidikan Wardiman, dan terakhir Pak Sekda Surabaya," ujar Risma.
Risma menyatakan, beberapa aset asing yang seharusnya jatuh ke tangan pemerintah tapi berpindah tangan ke orang lain dan kemudian harus bertarung sampai ke meja hijau disebabkan banyaknya aset yang tidak segera disertifikatkan.
"Memang sudah ada aturannya bahwa aset asing yang jatuh ke tangan pemerintah harus segera disertifikatkan. Namun, tak dimungkiri, ada banyak faktor yang memengaruhi, di antaranya tidak punya uang. Yang kedua, prosesnya sangat sulit dan lama sekali," katanya.
Ke depan, setelah kasus aset Ketabang nantinya selesai, Risma akan menyertifikatkan semua aset pemkot lainnya. "Mungkin aset yang belum disertifikatkan tinggal sedikit sekali, karena untuk mengajukan sertifikat di PAK itu mahal, sekitar Rp 20 miliar," ujar Risma.
Saksikan video pilihan berikut: