Ekonom Yakin BI Bisa Stabilkan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar

‎Pelemahan rupiah terhadap dolar Ameria Serikat (AS) diperkirakan tidak akan parah.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 03 Okt 2017, 17:45 WIB
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo (batik hitam) saat akan memberikan keterangan pers di Jakarta,(19\8). Hasil Rapat Dewan Gubernur BI mencatat triwulan II 2016 mempertahankan 7 days Repo Rate sebesar 5,25 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta ‎Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan tidak akan parah. Pasalnya, ada keyakinan Bank Indonesia akan meredam fluktuasi rupiah terhadap dolar AS.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, pasar dolar AS di Indonesia sangat tipis. Karena itu, dia yakin BI akan menjaga volatilitas rupiah di pasar.

"Pasar kita tipis, saya yakin BI di pasar jaga volatilitas," kata David, saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (3/10/2017).

Menurut David, BI akan menyeimbangkan jumlah dolar AS di pasar. "Kalau ada perubahan goncangan terlalu banyak yang jual atau beli (dolar) lebih banyak berpengaruh, karena pasar kita kecil permintaan besar BUMN kita saja besar. Kalau tiba-tiba dolar menguat, banyak yang menahan. Itu peran BI di situ," ujarnya.

David mengungkapkan, saat ini Indonesia memiliki stok dolar AS yang cukup banyak yang berasal dari cadangan devisa sebesar US$ 128,8 miliar.

"Kita punya peluru cadangan devisa besar US$ 128,8 miliar. Itu cukup kuat untuk delapan bulan impor. Itu sekitar 2,3 utang dolar jangka pendek," tutur David.

 


Rupiah Melemah

Sebelumnya diberitakan, nilai tukar rupiah melemah cukup dalam terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak pekan lalu. Namun, Bank Indonesia (BI) menyatakan hal tersebut bukan hanya terjadi pada rupiah saja, tetapi juga pada mata uang negara lain.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, sejumlah negara yang mata uangnya turut melemah adalah India, Jepang, Singapura, atau China. Bahkan, pelemahan yang dialami oleh mata uang lain lebih besar dibandingkan dengan rupiah.

"Hari ini, rupe India melemah 0,4 persen, yen Jepang melemah 0,33 persen, dolar Singapura 0,32 persen, rupiah 0,27 persen, renminbi 0,24 persen. Jadi lihat dulu perbandingan regional, dari tanggal 20, Indo melemah 0,22 persen, rupee 1,9 persen, yen 1,7 persen, dolar Singapura 1,6 persen, renminbi 1,6 persen. Apa artinya? Artinya global," ujar dia di Rakornas Kadin 2017, Selasa (3/10/2017).

Menurut dia, pelemahan mata uang ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, pengajuan proposal penurunan pajak yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump. Jika proposal ini diterima, maka diharapkan akan menjadi pendorong ekonomi Negeri Paman Sam untuk tumbuh lebih cepat.

"A‎da dolar an sejak awal tahun melemah kemudian dalam 10 tahun trakhir ini. Ada trump mengajukan proposal baru terkait penurunan pajak di AS. Walaupun ini belum komprehensif tapi proporsal ini jika diterima oleh kongres dan senat. Maka ini jadi harapan baru bahwa ekonomi AS akan tumbuh lebih cepat lagi sehingga suku bunga naiknya jadi lebih cepat. Kalau gitu kan nilai dolar menarik kembali," jelas dia.

‎Kedua, lanjut Mirza, penyataan dari Gubernur Bank Central AS Jennet Yellen yang akan akan menaikkan suku bunga.

"Yellen juga berikan statement seminggu lalu bahwa suku bunga AS, kenaikan di Desember itu menjadi lebih kemungkinan naiknya lebih tinggi karena pasar belum percaya apakah AS akan turunkan di Desember apa nggak. Tapi pernyataan Yellen tersebut membuat pasar lihat bahwa kemungkinan naiknya suku bunga ketiga pada tahun ini akan terjadi," ungkap dia.

Dan ketiga, adanya spekulasi terkait pergantian Yellen sebagai Gubernur Bank Sentral AS. Dan arah kebijakan bank sentra perkirakan akan lebih agresif dan ketat.

"Ya, spekulasi mengenai kalau memang ada penggantian Gubernur The Fed. Mungkin saja calonnya adalah yang pandangan moneternya hawkish atau lebih senang moneter yang lebih ketat. Hal-hal ini oleh pasar keuangan dijadikan topik-lah untuk 10 hari terakhir," ucap dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya