Ombudsman: Tata Kelola Umrah Masih Bermasalah

Ombudsman RI menemukan banyak ketidakcocokan data pemerintah pusat dan daerah untuk pengelolaan umrah, yang berpotensi merugikan masyarakat.

oleh Rezki Apriliya Iskandar diperbarui 04 Okt 2017, 15:20 WIB
Ombudsman RI memaparkan hasil investigasi terkait tata kelola umrah. (Liputan6.com/Rezki Apriliya Iskandar)

Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menilai tata kelola ibadah umrah belum berjalan baik dan melindungi jemaah.

Ombudsman melakukan investigasi dari sejumlah laporan yang diterima dari masyarakat. Laporan tersebut juga berhubungan dengan kasus penyelenggaraan umrah oleh First Travel.

Anggota Ombudsman RI, Ahmad Su'aidi menyampaikan, dari hasil investigasi ada beberapa temuan dugaan pelanggaran.

Pertama, pihak Kementerian Agama tidak memiliki data base jemaah umrah secara pasti. Data tersebut, kata Su'aidi, hanya ada di Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau biro perjalanan ibadah umrah.

"Umumnya mereka tidak bersedia memberikan data kepada pemerintah. Ini menyulitkan dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap penyelenggaraan umrah oleh Kementerian Agama," jelas Ahmad Su'aidi di Gedung Ombudsman RI, Jalan HR. Rasuna Said Kav. C.19, Jakarta Selatan, Rabu (4/10/2017).

Temuan lainnya, lanjut dia, ada perbedaan data antara jumlah PPIU di Kementerian Agama dengan jumlah PPIU yang terdaftar di Perlayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta.

Su'aidi menyebut terdapat 387 PPIU yang berdomisili di DKI Jakarta terdaftar di Kementerian Agama.

"Tapi hanya 83 PPIU atau sekitar 21 persen yang sesuai dengan nama PPIU yang terdaftar di PTSP DKI Jakarta," ujar Su'aidi.

Kemudian, ia juga memaparkan ada 304 PPIU yang terdaftar di Kementerian Agama tetapi tidak terdaftar di Dinas Penanaman Modal PTSP DKI Jakarta. Sebaliknya, ada 100 PPIU yang terdaftar di Dinas Penanaman Modal PTSP DKI Jakarta tetapi tidak terdaftar di Kementerian Agama.

Lalu, 83 PPIU yang terdaftar di Kementerian Agama dan di PTSP DKI Jakarta sudah tercantum di data pajak. Namun, dari jumlah tersebut data yang berstatus Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP, PER-43/PJ/2015) hanya terdapat 64 PPIU yang valid.

"Terdapat 19 PPIU tercantum tidak valid, memiliki masalah dalam data pajak seperti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang tidak sama dengan nama perusahaan atau pimpinan perusahaan, dan ditemukan tidak menyerahkan SPT (Surat Pemberitahuan) selama dua tahun," jelas dia.

Ombudsman RI, kata Su'aidi, juga menemukan pola rekrutmen jemaah umrah yang berpotensi menimbulkan masalah. Misalnya, banyak jemaah direkrut oleh ustaz atau tokoh masyarakat yang bekerja sama dengan PPIU.

Namun dalam penyelenggaraannya, pihak PPIU tidak terlibat langsung penyelenggaraan umrah.

"Karena (PPIU) hanya memberikan fasilitas legalitas lembaga untuk memberangkatkam jemaah, atau istilahnya pinjam bendera," ujar dia.

 

 


Tanggapan Menteri Agama

Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan, secara regulasi Kementerian Agama tidak diwajibkan banyak terlibat dalam menyelenggarakan ibadah umrah. Hal itu membedakan umrah dengan haji.

"Umrah dari sisi syar'i, keagamaan, bukan merupakan kewajiban, sifatnya sunah. Maka negara, pemerintah dalam hal ini, belum melihatnya sebagai hajat hidup orang banyak karena sifatnya sukarela," ucap Lukman.

Ia menilai umrah sementara ini sebaiknya tetap dikelola pihak swasta. Meskipun undang-undang juga memperbolehkan pemerintah melakukan penyelenggaraan umrah.

"Pemerintah memposisikan diri sebagai pengawas, regulator saja," jelas Lukman.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya