PBB Ajukan Resolusi Mengutuk Hukuman Mati bagi Kaum Homoseksual

Amerika Serikat menolak rancangan resolusi tersebut. Sementara Indonesia memutuskan abstain.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 05 Okt 2017, 09:36 WIB
Ilustrasi Foto LGBT atau GLBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). (iStockphoto)

Liputan6.com, Jenewa - Pada 29 September, Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengajukan rancangan resolusi yang mengecam penerapan hukuman mati bagi kaum homoseksual. Rancangan itu diajukan pada sidang Dewan HAM PBB di Jenewa.

Rancangan resolusi yang diajukan oleh Dewan mengecam sejumlah hal. Salah satu di antaranya adalah bahwa negara dilarang menetapkan hukuman mati sebagai bentuk vonis pidana atas "hubungan sejenis". Demikian seperti dikutip dari Paste Magazine, Rabu (4/10/2017).

Saat ini ada enam negara di mana hukuman mati digunakan sebagai vonis pidana bagi indvidu yang melakukan hubungan sesama jenis, yakni Iran, Arab Saudi, Sudan, Yaman, Nigeria dan Somalia.

Resolusi itu juga mengecam penetapan hukuman mati sebagai bentuk vonis pidana atas beberapa tindakan, seperti individu yang berpindah keyakinan atau agama, penistaan (semisal agama), dan perselingkuhan.

"Mengecam penetapan hukuman mati sebagai sanksi atas tindakan seperti berpindah agama, penistaan, perselingkuhan, serta hubungan seksual sesama jenis," ujar pernyataan tertulis dari Dewan HAM PBB.

"Sangat tidak tepat jika hukuman mati diterapkan kepada orang yang ingin mengekspresikan kebebasan untuk berekspresi, berpikir, mengikuti kata hati nurani, memeluk agama, serta kebebasan berserikat dan berkumpul," ujar keterangan tersebut.

Upaya pengesahan rancangan resolusi itu dilakukan dengan pemungutan suara dari negara anggota Dewan HAM PBB yang hadir dalam sidang tersebut.

Hasil voting berakhir dengan 27 negara menyetujui resolusi itu dan 13 negara lain menolaknya. Sementara itu, ada tujuh negara yang memutuskan abstain, yakni Kenya, Nigeria, Tunisia, Indonesia, Filipina, Korea Selatan, dan Kuba.

Salah satu negara yang menolak adalah Amerika Serikat. Hukuman mati menjadi salah satu opsi vonis dalam kasus pidana di Negeri Paman Sam.

"Kami menentang resolusi tersebut atas kekhawatiran yang lebih luas. Yakni resolusi itu berpotensi mengutuk hukuman mati dalam segala situasi dan menyerukan penghapusan hukuman mati," jelas juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Heather Nauert.

"Kami mengharapkan sebuah resolusi yang seimbang dan inklusif, sehingga tetap mencerminkan posisi negara yang menerapkan hukuman mati secara sah di negaranya, termasuk Amerika Serikat," ujar Nauert.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya