Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman RI mengundang Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, terkait tata kelola layanan ibadah umrah di Indonesia. Sebab, belakangan ini muncul berbagai masalah terkait pelayanan umrah, terlebih adanya kasus First Travel yang menipu ribuan calon jemaah umrah.
Menanggapi temuan Ombudsman, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, berdasarkan peraturan, pemerintah bukan penyelenggara ibadah umrah. Selama ini, umrah di diselenggarakan swasta melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) atau biro perjalanan umrah.
Advertisement
"Sampai dengan hari ini pemerintah bukanlah penyelenggara ibadah umrah. Umrah diselenggarakan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) atau biro travel/biro perjalanan/travel umrah," tutur Lukman di Gedung Ombudsman, Jalan HR Rasuna Said, Kav C 19, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Oktober 2017.
Menurut Lukman, penyelenggaraan umrah dan haji dua hal berbeda. Kalau haji menjadi tanggung jawab pemerintah atau negara. Undang-undang mengatakan bahwa haji merupakan tugas nasional.
"Sementara umrah karena dari sisi syar'i, keagamaan, bukan merupakan kewajiban, sifatnya sunah, maka negara, pemerintah belum melihatnya sebagai hajat hidup orang banyak, karena sifatnya sukarela," lanjut Menag.
Karena perbedaan itulah, kata Lukman, pemerintah berpandangan bahwa penyelenggaraan umrah diserahkan kepada swasta, tetapi pemerintah tetap memposisikan diri sebagai pengawas. Pemerintah tidak memiliki prioritas lebih dalam penyelenggaraan umrah.
"Oleh karenanya, sampai saat ini pemerintah berpandangan meskipun undang-undangnya pemerintah dapat menyelenggarakan umrah, tetapi biarlah umrah sementara ini dikelola oleh swasta. Pemerintah memposisikan diri sebagai pengawas, regulator terkait umrah," kata dia.
Kendati, Lukman menyebutkan, pemerintah sama sekali tidak menutup kesempatan pihak swasta jika ingin menyelenggarakan ibadah haji. Yakni melalui Penyelenggaran Ibadah Haji Khusus (PIHK), yang sebelumnya harus sudah beroperasi sebagai biro perjalanan wisata selama dua tahun.
"Yang boleh menyelenggarakan umrah, harus menjadi biro perjalanan wisata terlebih dahulu, harus mendapatkan izin dari dinas pariwisata. Minimal dua tahun sudah beroperasi sebagai biro perjalanan wisata," ujar dia.
Tentu, lanjut Lukman, persyaratan administrasi yang lain juga harus dipenuhi seperti WNI, beragama Islam, tidak boleh memiliki PPIU sebelumnya, punya akte notaris, dan NPWP.
Menurut Lukman, selain memperoleh rekomendasi dari dinas pariwisata, untuk menjadi PPIU, juga harus mendapat rekomendasi dari kantor wilayah kementerian agama.
"Harus mendapatkan rekomendasi tidak hanya dari dinas pariwisata di tingkat provinsi atau kabupaten-kota, tetapi harus juga punya rekomendasi dari kantor wilayah agama provinsi untuk menjadi PPIU," tegas Menag.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Berlaku Tiga Tahun
Lukman menyebutkan, izin PPIU hanya berlaku selama tiga tahun dan harus diperpanjang jika masa beroperasi sudah habis. Untuk memperpanjangnya pun ada persyaratan yang harus dipenuhi.
"Izin PPIU berlaku selama tiga tahun. Setiap tiga tahun sekali harus diperpanjang. Untuk memperpanjangnya, ada persyaratan. Pertama, persyaratan yang berkaitan dengan izin mendirikan PPIU harus diverifikasi ulang," papar dia.
"Juga harus mendapatkan akreditasi. Akreditasi ini terkait lima poin yang menentukan layak diperpanjang atau tidak izinnya, terkait administrasi dan manajemen, finansial, bagaimana kondisi laporan keuangan, sarana dan prasarana yang dimiliki PPIU, SDM yang dimiliki, dan kualitas pelayanan," Lukman menandaskan.
Sementara, dari hasil investigasinya, Ombudsman menemukan adanya maladministrasi pelayananan dan penyelenggaraan umrah. Di antaranya, biro perjalanan umrah tidak mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam pengurusan izinnya.
Advertisement