Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Sosial (Kemensos) meminta kasus pemotongan dana bansos Program Keluarga Harapan (PKH) oleh pendamping di Kabupaten Garut diproses secara hukum.
"Kalau memang yang bersangkutan terbukti memotong uang bansos milik keluarga miskin, maka tidak ada alasan untuk tidak membawa kasus ini ke ranah hukum," kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Kementerian Sosial, Harry Hikmat, di Jakarta, Selasa, 3 Oktober 2017, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.
Sebelumnya, sejumlah keluarga penerima manfaat (KPM) di Desa Lengkong Jaya, Kecamatan Karang Pawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, melaporkan dugaan praktik pemotongan bantuan hingga jual beli Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) sebagai syarat pencairan program PKH.
Pemotongan tersebut dilakukan pendamping. Modusnya, pendamping PKH nakal tersebut mengumpulkan ATM milik KPM saat pencairan bantuan, kemudian dicairkan sendiri dan dipotong saat diberikan.
"Dinas Sosial Jawa Barat sudah menelusuri kasus oknum pendamping nakal ini dan yang bersangkutan sudah diberhentikan sejak Agustus lalu," ujar Harry.
Baca Juga
Advertisement
Harry berharap kasus itu dapat dijadikan pelajaran bagi semua pihak. Utamanya oleh pendamping PKH yang menjadi ujung tombak penyaluran bantuan sosial tersebut. Kementerian Sosial, kata dia, tidak akan segan menindak tegas pendamping PKH yang mencurangi masyarakat.
"Bagi masyarakat jangan takut untuk melaporkan jika memang ada pendamping yang melakukan praktik seperti itu," ujarnya.
Pantau Kinerja Pendamping
Berkaca atas kejadian tersebut, Harry mengatakan Kementerian Sosial akan menyiapkan Pekerja Sosial (Peksos) Supervisor PKH di setiap kota dan kabupaten. Supervisor ini, lanjut dia, bertugas memonitoring efektivitas program PKH dalam penanggulangan kemiskinan, format pemberdayaan, pendampingan kasus, sekaligus memantau efektivitas kinerja pendamping PKH.
"Kinerja pendamping termonitor setiap waktu. Jika ditemukan indikasi penyimpangan kinerja pendamping PKH, seperti pemotongan bansos, rangkap pekerjaan, dan lain sebagainya maka supervisor ini dapat segera mengambil tindakan tegas kepada oknum nakal tersebut," tuturnya.
Harry menjelaskan setiap Peksos Supervisor akan mengkoordinasikan maksimal 60 Pendamping PKH. Kehadiran Peksos Supervisor diharapkan menjadikan pendamping PKH lebih produktif dan bekerja sesuai tugas dan fungsinya, serta akan meningkatkan produktivitas dan efektivitas program PKH bagi kemandirian Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
"Ikhtiar ini merupakan komitmen pemerintah untuk memastikan bantuan sosial diterima dengan baik dan utuh serta memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada penerima manfaat. Jangan lagi ada kasus pemotongan bansos, rangkap pekerjaan, dan lain-lain," ucapnya.
Harry juga meminta aparatur desa, kecamatan, hingga dinas sosial kabupaten atau kota ikut mengawasi agar semua bansos terlindungi dari kemungkinan penyalahgunaan. "Saya instruksikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyaluran bansos nontunai PKH agar menjaga dan mengawal uang negara ini betul-betul sampai kepada penerima secara utuh," ucap Harry.
PKH merupakan program bantuan sosial bersyarat yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial sejak 2007. Program ini secara internasional dikenal sebagai program Conditional Cash Transfers (CCT) atau program Bantuan Tunai Bersyarat.
Setiap penerima manfaat PKH akan menerima uang bansos Rp1.890.000 per tahun yang cair sebanyak empat kali. Uang tersebut ditransfer oleh bank penyalur ke rekening tabungan setiap penerima bansos. Untuk pengambilannya, mereka cukup menggunakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang berfungsi sebagai kartu ATM.
Pada 2017, jumlah penerima manfaat PKH sebanyak 6 juta keluarga dan akan ditambah sebanyak 4 juta KPM pada 2018 mendatang. Dengan demikian, tahun depan total KPM mencapai 10 juta.
Saksikan video pilihan berikut ini: