Liputan6.com, Jakarta Sejumlah orang terserang flu usai penerbangan panjang. Hal tersebut tampaknya sulit dihindari. Tapi apa sebabnya, mungkinkan banyak kuman di dalam pesawat?
Jawaban yang mudah adalah ada ratusan penumpang yang terjebak, berdekatan satu sama lain di dalam tabung logam yang bertekanan selama berjam-jam. Ini menjadi tempat berkembang biak kuman.
Advertisement
Namun, kenyataannya udara kabin pesawat tidak sekotor yang Anda pikirkan.
Menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA), risiko sakit usai terbang sama dengan aktivitas lainnya seperti pergi ke bioskop atau naik kereta api. IATA mengklaim filter HEPA di dalam kabin dapat menyingkirkan 99,9995 persen kuman dan mikroba di udara. Ditambah lagi, udara kabin hanya setengah sirkulasi udara. Setengah lainnya adalah udara segar yang dipompa dari luar.
Tapi bukan berarti lingkungan kabin tidak bisa menyumbang sakit. Apabila seseorang yang duduk di sebelah Anda menderita flu, maka akan ada banyak kuman di atas pesawat terbang.
Saksikan juga video berikut ini:
Kuman Di Mana-mana
Menurut sebuah studi yang dilakukan ahli mikrobiologi yang disewa oleh Travelmath, nampan meja di kursi belakang menjadi hotspot untuk bakteri. Dalam studi tersebut, ahli mikrobiologi menemukan rata-rata 2.155 unit pembentuk koloni (CFU) per inci persegi pada tabel baki yang dikumpulkan dari empat bidang yang berbeda.
Drexel Medicine, sistem kesehatan yang berafiliasi dengan Philadelphia's Drexel University College of Medicine, menyebutkan kamar mandi atau toilet pesawat terbang, "Salah satu tempat paling banyak bakteri di pesawat terbang dan tempat berkembang biak bagi bakteri seperti E. coli," tulis Drexel Medicine di situsnya.
Sebenarnya, profesional kesehatan menyarankan agar tidak menyentuh apa pun di WC dengan tangan mereka. Sebaliknya, mereka menyarankan penggunaan tisu saat menyentuh tutup kran atau toilet.
Menurut Drexel, daerah lain yang perlu dihindari sentuhan pada pesawat adalah kantong di belakang kursi. "Dari tisu bekas sampai potongan kuku dan popok kotor, segala jenis barang penuh kuman masuk ke dalam kantong jinjing pesawat terbang," tulis Drexel Medicine.
Kesimpulan itu didukung oleh sebuah studi Auburn University yang menemukan bakteri dapat bertahan di kantong sandaran sampai seminggu, Melansir laman This Is Insider, Kamis (5/10/2017).
Selanjutnya menghindari majalah in-flight. "Pikirkan berapa banyak orang yang telah membolak-balik halaman-halaman itu," tulis Drexel. Situs ini mengingatkan pembaca bahwa majalah hanya "dibersihkan" setiap kuartal saat diganti.
Advertisement
Alasan Flu
Selain kuman, juga ada alasan lain mengapa pelancong rentan terhadap penyakit setelah penerbangan jauh. Salah satu manfaat terbang jarak jauh adalah dapat membawa Anda ke pertengahan seluruh dunia dalam hitungan jam. Sayangnya, tubuh kita membutuhkan waktu lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru kita. Ketidakmampuan kita menyesuaikan membuat jet lag.
"Dasar fundamental jet lag adalah gangguan sistem jam tubuh Anda," kata Profesor University of Sydney Steve Simpson mengatakan kepada Business Insider. "Kita memiliki apa yang dikenal sebagai sistem jam sirkadian yang mengatur segala sesuatu tentang kita."
"Ini adalah sistem jam yang sangat canggih yang berada di setiap sel dan organ di tubuh kita dan dikendalikan oleh jam kendali utama di otak kita."
Setiap siklus jam sirkadian berjalan sekitar 24 jam dan disetel ulang setiap hari dengan serangkaian isyarat seperti cahaya, siklus suhu, dan makanan.
Sebuah studi di Universitas Cambridge baru-baru ini juga menunjukkan gangguan ritme sirkadian seseorang dapat membahayakan sistem kekebalan tubuh mereka, membuat orang dengan irama sirkadiannya terganggu lebih rentan terhadap infeksi.
Karena jam tubuh internal Anda dapat menyesuaikan tidak lebih dari satu jam sampai satu jam setengah jam setiap hari, penumpang yang terbang dalam penerbangan jarak jauh akan mengalami gangguan ritme sirkadian pada setiap perjalanan.
Akibatnya, Prof. Simpson merekomendasikan penumpang yang bepergian dengan penerbangan panjang mulai menggeser ritme sirkadian mereka menjelang perjalanan.
Beberapa hari sebelum perjalanan Anda, secara bertahap mengubah pola makan, tidur, dan aktivitas Anda bersama dengan paparan cahaya Anda agar sesuai dengan tujuan Anda, kata Simpson.