Cerita para Remaja yang Ingin Menjadi TNI

Ini cerita para remaja yang ingin menjadi TNI di HUT TNI ke-72

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 05 Okt 2017, 14:00 WIB
Sejumlah anggota TNI mempersiapkan armada helikopter di halaman silang Monas, Jakarta, Rabu, (10/12/2014). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Tugas yang diemban Tentara Nasional Indonesia (TNI), memotivasi remaja SMA dari sejumlah provinsi di Indonesia ini untuk menjadi seorang prajurit. Tugas berat dan penuh risiko itu adalah pekerjaan mulia di mata mereka.

Mereka adalah Arsy Ardan Lubis (Sumatera Utara), Arnaldi Waroi (Papua), Aditya Ersyah Lubis (Banten), dan Stanley Otniel Nagatan (Jawa Tengah).

Empat orang yang merupakan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2016 ini, sudah mantap memilih jalur pendidikan Akademi Militer (Akmil) setelah tamat dari bangku SMA.

Keinginan ini muncul bukan baru "kemarin sore". Tekad menjadi seorang prajurit yang bertugas menegakkan kedaulatan negara sudah berkecamuk di dalam diri jauh sebelum mereka menjadi anggota Paskibraka Nasional.

Arsy, Arnaldi, Ersyah, dan Stanley tak peduli sekali pun status mereka sebagai warga sipil terenggut. Pulang tinggal nama pun tak mau mereka ambil pusing karena memang itu risiko yang kelak bakal mereka hadapi.

Berikut cerita mereka yang dibagikan kepada Health Liputan6.com di HUT TNI ke-72 pada Kamis, 5 Oktober 2017.

Arsy Ardan Lubis

Arsy, siswa SMA Negeri 2 Tanjung Balai, Asahan, mengatakan bahwa semangat menjadi prajurit semakin berkobar saat dia menjalani Pendidikan dan Pelatihan Paskibraka 2016.

"Saya terkesima dengan lirik lagu (yang kerap mereka nyanyikan selama diklat) 'Jangan tanyakan apa yang telah negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah kau berikan kepada bangsamu'. Dari seringnya saya mendengarkan lagu itu, semakin memacu diri saya untuk bisa mewujudkan mimpi itu," kata Arsy.

Diary Paskibraka

Arsy merasa perlu memberikan sesuatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Memang, tidak harus menjadi tentara, tapi bagi cowok yang sering disapa Black ini, hanya itu jalan terbesar yang bisa membuat dia memberikan sesuatu untuk Indonesia tercinta.

"Kalau masalah status warga sipil yang 'dicabut', itu tidak masalah. Walaupun tanpa status sipil, saya masih bagian dari Indonesia," kata Arsy menambahkan.

Pun soal mati di medan juang, Arsy, mengatakan bahwa setiap peluru punya nama masing-masing. "Maksudnya, peluru itu sudah ada sasarannya. Kalaupun saya mati, saya mati karena memperjuangkan Indonesia," kata Arsy yang ingin menjadi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD)

Arnaldi Doncorys Waroy

Arnaldi Doncorys Waroy memiliki ayah seorang anggota TNI. Cowok dari SMA Negeri 1 Sentani yang pernah menjabat sebagai Ketua OSIS periode 2016 sampai 2017, sudah terbiasa hidup di lingkungan militer sejak kecil. Itu yang menjadikan Naldi, begitu dia disapa, ingin menjadi seorang prajurit meneruskan tongkat estafet sang ayah.

"Karena sudah terbawa dari kecil itu yang membuat saya pengin masuk TNI," kata Arnaldi.

Alasan lain karena dengan menjadi seorang prajurti TNI, sama dengan menjadi bagian dari pelindung kedaulatan Indonesia.

Namun, Arnaldi menyadari bahwa sebelum menjadi "pelindung" untuk seluruh warga Indonesia, dia harus melindungi masyarakat Papua. Tak kecil tanggung jawab yang akan dia emban. Apalagi, kata Arnaldi, selama 15 tahun terakhir ini, Papua diterpa isu akan memisahkan diri dari NKRI.

"Nah, hal ini yang ingin saya hilangkan dari pikiran masyarakat di sini. Seandainya saya punya kekuasaan yang besar, terus bisa berbuat apa saja, saya ingin menghilangkan pikiran itu dari masyarakat. Dan mengatakan, harus bangga menjadi bagian dari Indonesia," kata Naldi.

Aditya Ersyah Lubis

Beda pula dengan Aditya Ersyah Lubis yang memang sudah bercita-cita pengin jadi seorang Panglima besar. Siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang, Banten, mengatakan, siap mengabdi pada negara dan bersedia menyerahkan jiwa serta raganya demi Ibu Pertiwi tercinta.

Foto dok. Liputan6.com
"Dari hati kecil saya, saya mau meninggikan martabat orangtua saya. Dari kakek juga, keinginan itu sudah ada," kata Adit yang menjadi Yatim sejak kecil. Hanya ibu tempat Adit buat mengadu sekarang. Dan hanya kepada ibu, Adit bisa membalas semua kebaikannya selama ini.

Cowok kelahiran 1 Juni 2000 di Bukit Tinggi ini juga tak mempersoalkan status warga sipil yang akan dicabut. Menurut Adit, itu adalah risiko dari sebuah keputusan yang memang harus dia terima.

Pun dengan masalah gugur di medan tempur, Adit sudah sangat siap. "Saya terkesan dengan semboyan 'Lebih baik pulang nama daripada gagal di medan tugas'," kata Adit yang sependapat dengan Arsy bahwa setiap peluru sudah tertulis bakal menusuk kepala siapa.

Stanley Otniel Nagatan

Niatan menjadi seorang prajurit sudah ada di diri Stanley kecil. Umur yang terus bertambah membawa Stanley pada satu titik, yang membuat berpikir bahwa bisa mengayomi orang lain adalah pekerjaan mulia. Tekad menjadi prajurit semakin besar.

Menyikapi masalah kematian, Stanley merujuk pada sebuah kepercayaan bahwa tidak ada satu manusia di muka bumi yang dapat menolak kematian.

Lolos Paskibraka, Kado Terindah Stanley Otniel di Hari Ultah

"Menurut saya, kalau mau menjadi tentara, berarti siap mati, siap jadi benteng hidup, siap berkorban. Dengan kata lain, sudah teken kontrak nyawa, deh," kata Stanley yang dipercaya menjadi Pak Lurah selama Diklat Paskibraka 2016.

Stanley ingin menjadi anggota TNI AD. Memilih itu karena tak jauh dari tempat dia tinggal ada Batalyon 412, yang konon "punya nama" karena telah berhasil melahirkan nama-nama besar.

"Dulu adik iparnya pak Riyamizard Riyacudu juga di situ, namanya pak Kunto. Akan tetapi terlepas dari itu, saya memang suka (TNI AD), dan didukung adanya batalyon di daerahku itu," kata Stanley

Riyamizard Riyacudu adalah Jenderal TNI yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada kabinet kerja bentukan Presiden Joko Widodo. Mantan perwira tinggi militer TNI AD juga pernah menjabat Kepala Staf Angkatan Darat dari 2002 sampai 2005.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya