Liputan6.com, Jakarta Duka menjadi `anak kolong` dirasakan Agus Putra Pratama Yudha selama 14 tahun. Selama kurun waktu itu, Putra bisa menghitung dengan jari berapa kali bermain dan bercanda dengan bapak. Putra kecil bahkan pernah lupa dengan wajah bapak sendiri.
Baca Juga
Advertisement
Kala Putra lahir pada 18 Agustus 2000 di Kota Malang, Jawa Timur, ayahnya yang lulusan Tamtama sedang tugas di Atambua. Menurut cerita yang dia dapat, hanya nenek dan paman (kakak kandung ibu) yang menemani ibu selama proses persalinan.
"Waktu saya lahir, Bapak lagi mengemban tugas negara, Bapak lagi perang. Hari demi hari berlalu, Bapak kemudian pulang. Saat melihat Bapak untuk pertama kali, Putra (yang masih balita) memanggil Bapak, 'Om'," kata Putra kepada Health Liputan6.com di HUT TNI ke-72, Kamis, 5 Oktober 2017.
Sebagai kenangan, nama Putra yang terdiri dari empat kata memiliki arti yang berkaitan dengan kondisi bapak pada saat itu. Agus untuk bulan Agustus, Putra berarti anak laki-laki, Pratama adalah anak pertama, dan Yudha yang memiliki arti perang. "Jadi, arti nama saya adalah anak laki-laki pertama yang lahir di bulan Agustus di saat sedang perang," kata Putra.
Putra membeberkan itu sembari tertawa. Ya, karena memang begitu nasib menjadi anak kolong. Anak kolong adalah sebutan untuk anak Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau yang besar di tangsi tentara.
Seiring umur yang terus bertambah, Putra mulai mengerti alasan bapak jarang, bahkan nyaris tidak pernah di rumah. "Bapak adalah sosok tentara yang sangat luar biasa. Tidak bisa dipungkiri lagi, bagaimana tegasnya, tegapnya, dan disiplinnya bapak kalau sudah menyangkut TNI," kata Putra.
Meski demikian, ada rasa suka yang Putra rasakan selama tinggal dan dibesarkan di lingkup asrama militer di Kabupaten Malang, Kecamatan Jabung, di Yonif Linud 502 Kostrad yang sekarang sudah berganti nama menjadi Batalyon Para Raider 502 Kostrad.
"Banyak suka yang Putra rasakan. Keseruan selama di dalam asrama, teman-teman kecil pada saat itu, terus ada tempat latihan militer yang terkadang menjadi tempat bermain Putra dan teman-teman," kata Putra menambahkan.
Ada satu kenangan manis yang bagi Putra sulit dilupakan. Dia dan teman-teman sering kali mampir ke lapangan tembak sepulang sekolah. Di sana banyak klongsong bekas menembak yang akan mereka kumpulkan, dan kalau cukup banyak akan ditimbang kemudian dijual. Uang dari hasil jualan itu Putra jadikan sangu buat ke sekolah.
"Itu bandel, sih," kata Putra sambil tertawa lagi.
Sedih ditinggal tugas ke Lebanon
Bapak Putra lulus menjadi seorang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 1993. Kata Putra, bapaknya hanya lulusan Tamtama. Seorang prajurit yang sudah lulus pendidikan Tamtama berpangkat Prada (Prajurit Dua).
Putra pernah diberitahu bahwa Tamtama bukan masalah buat Bapak. Bagi Bapak, hal paling penting adalah bisa membanggakan kedua orangtua, dan dapat mengabdi pada nusa dan bangsa.
Meski tamatan Tamtama, bapak Putra adalah sosok yang berprestasi di batalyonnya. Itu yang membuat sang bapak selalu ditunjuk ketika mengemban tugas negara. Termasuk saat ke Lebanon pada 2008. Tahun di mana Putra menyadari bahwa dia adalah anak laki-laki, yang sewaktu-waktu bisa menggantikan sosok Bapak, bertanggung jawab terhadap ibu dan dirinya sendiri.
"Jadi, selama setahun ditinggal Bapak, Putra mulai melatih kemandirian, juga rasa cinta kepada seorang ibu. Karena untuk sementara waktu, Putra harus menjaga ibu. Ibu pada saat itu sering sakit, dan saya juga sering sakit. Akan tetapi semua baik-baik saja, Alhamdulillah," kata Putra.
Putra adalah anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2017. Ia terpilih mewakili Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Berkat kerja keras dan ketekunan selama Diklat Paskibraka 2017, Putra pun dipercaya mengemban tugas sebagai penggerek pada upacara pagi hari.
Putra mengaku memang sejak kecil bercita-cita menjadi seorang tentara. Dukungan penuh diberikan oleh bapak. Satu hal yang kemudian membuat dia rindu dengan sang bapak, saat mengenang masa-masa seleksi Paskibraka.
Putra mengatakan tak pernah memberitahu siapa pun mengikuti seleksi Paskibraka. Setiap kali ditanya pulang dari mana, dia selalu menjawab pulang latihan sepak bola.
Setelah beberapa tahapan seleksia dia lalui, sampai akhirnya pengumuman lulus ke tingkat nasional, barulah Putra memberitahu bapak dan ibunya. "Awalnya memang dimarahi, tapi ujung-ujungnya langsung terharu gitu," kata Putra.
"Mau prestasimu setinggi langit kalau kamu tidak punya kemampuan, sama saja," adalah pesan dari Bapak yang selalu Putra ingat. Motto milik sang ayah, "Berlatih, Berdoa, dan Jangan Lupa Ibadah" dia sontek untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari.
"Saya ingin mengikuti pendidikan Akmil. Bapak pernah bilang `Walaupun Bapakmu lulusan Tamtama, kamu usahakan harus lebih tinggi dari Bapak. Cukup Bapak saja yang Tamtama," kata Putra.
Dua tahun lagi Putra dan anggota Paskibraka Nasional 2017 yang ingin menjadi tentara akan mengikuti tes. Segala persiapan sudah Putra mulai dari sekarang demi cita-cita mulia menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Advertisement