Liputan6.com, Las Vegas - National Rifle Association (NRA) atau Asosiasi Nasional Senjata Api AS meminta pemerintah AS agar 'menambah peraturan' untuk senjata laras panjang jenis serbu, baik semi maupun full otomatis. Ini adalah senpi yang digunakan pelaku penembakan massal Las Vegas.
"Alat yang didesain berupa senjata semi-otomatis namun berfungsi full otomatis harus diatur lagi dalam sebuah peraturan tambahan," kata kelompok itu.
Namun, seperti dikutip dari BBC pada Jumat (6/10/2017), Partai Republik mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan untuk melarang senjata jenis itu dimiliki sipil. Pernyataan dari partai yang selama ini pro-senjata dinilai bersejarah karena inilah pertama kalinya mereka yang selama ini menolak aturan ketat senjata mulai melunak.
Anggota parlemen berencana untuk mengadakan dengar pendapat dan mempertimbangkan sebuah undang-undang untuk melarang perangkat tersebut.
NRA meminta pada hari Kamis agar regulator "segera meninjau apakah perangkat ini mematuhi undang-undang federal".
Baca Juga
Advertisement
Presiden Donald Trump kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa pemerintahannya akan menyelidiki apakah akan melarang senpi jenis serbu dalam waktu dekat.
Meski demikian, NRA tetap saja mengkritik politisi yang meminta kontrol senjata, menulis bahwa "melarang senjata dari orang-orang yang taat hukum berdasarkan tindakan kriminal orang gila tidak akan bisa untuk mencegah serangan di masa depan".
"Sebagai akibat dari serangan jahat dan tidak berperasaan di Las Vegas, orang-orang Amerika mencari jawaban mengenai bagaimana tragedi masa depan dapat dicegah," kata kepala NRA Wayne LaPierre dan Chris Cox menulis dalam pernyataan tersebut.
Pernyataan itu pertama kali diungkapkah oleh NRA seja serangan hari Minggu di Las Vegas yang menyebabkan 58 orang tewas dan hampir 500 lainnya cedera.
Anehnya, NRA justru mengecam dan menyalahkan bahwa senjata jenis serbu itu disetujui oleh Biro Penanggulangan Alkohol dan Senjata Alkohol pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama.
Meski demikian, analis politik BBC, Anthony Zurcher, strategi NRA merespons penembakan massal Las Vegas kini semakin fokus.
Dengan meminta rekomendasi dari pihak eksekutif untuk mereview legalitas senpi serbu, para pelobi garis keras dan berpengaruh pro-senjata kini mencari usaha langsung solusi dari pihak pemerintah --dalam hal ini Presiden Donald Trump-- bukan parlemen.
"Jika Kongres yang menjadi lembaga untuk membuat RUU aturan baru, NRA akan sulit untuk mengontrolnya, karena di dalamnya ada Demokrat yang selama ini menggunakan aturan kontrol senjata," tulis Zurcher.
Kepemimpinan kongres Republik mungkin mencoba menekan proses persidangan, namun ada kemungkinan proposal lain -- seperti batasan kapasitas magasin, fitur senapan bergaya militer dan persyaratan pemeriksaan latar belakang baru -- dapat diajukan Demokrat agar bisa dipertimbangkan.
Jenis ketentuan ini sangat populer di kalangan publik, namun ditentang keras oleh NRA dan pendukung mereka di Kongres. Ini bisa membuat suara sulit bagi beberapa legislator konservatif.
Gedung Putih dan banyak anggota Kongres berjanji untuk mengadakan "dialog" tentang masalah ini. Dengan demikian, NRA sekarang menyarankan rute alternatif.
Juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders, yang berbicara kepada wartawan beberapa saat setelah pernyataan NRA dikeluarkan, mengatakan: "Anggota dari kedua belah pihak dan beberapa organisasi berencana membuat aturan bagi senpi jenis serbu. Kami menyambutnya dan ingin menjadi bagian dari itu."
Dalam pernyataan yang sama, NRA mendesak Kongres untuk meloloskan proposal undang-undang oleh mereka (NRA) yang sudah berlangsung lama untuk memperluas hak senjata nasional, yang disebut hak 'untuk membawa senjata' kemanapun.
Kelompok pelobi pro-NRA menginginkan pemilik senjata memiliki izin khusus lintas batas negara bagian. Dengan demikian, mereka bebas kemanapun membawa senjata, meski negara bagian itu ketat dengan peraturan membawa senjata di tempat umum.
Prioritas kebijakan NRA lainnya, deregulasi lampiran peredam suara. Kongres kini mempertimbangkan larangan peredam suara.
Sebuah RUU melarang senjata jenis serbu diajukan ke Senat AS pada hari Rabu oleh anggota parlemen Demokrat Dianne Feinstein.
Sementara itu, RUU senjata versi Partai Republik akan dimasukkan juga dalam debat di Kongres yang rencananya akan digelar pekan ini.
Senjata jenis serbu ini mirip dengan senjata mesin. Di Amerika Serikat sangat mudah mendapatkan senpi jenis tersebut tanpa perlu pengecekan latar belakang.
Berbeda jika pemilik ingin membeli senjata otomatis yang memerlukan pengecekan latar belakang pembeli dan izin yang dia miliki.
Stepphen Paddock, si pembunuh 58 nyawa, telah merakit 12 jenis senjata jenis serbu untuk menghujani penonton musik country Route 91 Harvest dengan peluru.
Senpi jenis serbu biasanya seharga US$200 atau sekitar Rp 2,7 juta. Sekali picu, bisa memuntahkan 100 peluru dengan kecepatan tinggi dalam waktu tujuh detik.
Salah satu pabrik senpi di AS, Slide Fire, mengaku mereka kehabisan stok karena permintaan yang tinggi semenjak penembakan massal Las Vegas pecah.
Penembakan Massal AS yang Fenomenal
Aksi Stephen Paddock menambah panjang daftar penembakan massal di Amerika Serikat. Dari 1966 hingga 2012, ada sekitar 90 penembakan massal di Negeri Paman Sam.
Istilah penembakan massal yang digunakan oleh FBI adalah minimal empat atau lebih orang tewas, penembakan bukan karena alasan kelompok tertentu seperti obat-obatan atau perseteruan antar geng, serta bukan dipicu permasalahan domestik atau keluarga.
Insiden penembakan massal meningkat tiga kali lipat pada 2011-2014, menurut penelitian Harvard School of Public Health dan Northeastern University. Penelitian itu menunjukkan bahwa penembakan massal rata-rata terjadi tiap 64 hari sekali. Selama 29 tahun sebelumnya, hanya setiap 200 hari.
Sementara itu, menurut laman gunviolencearchive.org, selama 2016, penembakan massal terjadi 325 kali dalam setahun. Itu berarti nyaris tiap hari ada insiden.
Adapun penembakan massal Las Vegas adalah insiden yang terjadi ke-273 sepanjang 2017.
Sebuah artikel yang dimuat The Los Angeles Times kemudian muncul, membahas serta menganalisis pelaku, motif, dan konteks nasional dari kasus penembakan massal yang terjadi di Amerika Serikat.
Menurut artikel itu, sebagian besar pelaku memiliki sejumlah permasalahan sosio-psikologis yang mendorong mereka untuk melakukan aksi penembakan.
Hasil survei University of Alabama menunjukkan, AS merupakan negara nomor satu di dunia untuk penduduk yang paling banyak memiliki senjata api. Menurut riset, semakin banyak penduduk suatu negara yang memiliki senjata api, semakin banyak kasus penembakan massal yang terjadi di sana.
"Di belakang AS ada Finlandia dan Swiss yang masing-masing memiliki kebijakan kepemilikan senjata api bagi warga negaranya. Dan angka penembakan massal mereka juga cukup tinggi," ujar Adam Lankford, kriminolog University of Alabama, seperti dikutip dari The LA Times.
"Terjadi 90 kasus penembakan massal di AS, atau sepertiga dari 292 total penembakan massal di seluruh dunia yang terjadi di periode yang sama. Populasi AS sendiri hanya 5 persen dari populasi dunia. Jadi 31 persen penembakan massal terjadi hanya di AS. Inilah angka statistik yang kami hadapi. Semua orang terkejut," tambahnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement